Tuntaskan HAM, Presiden Dinilai Tak Boleh Beralasan Sibuk

Abraham Utama | CNN Indonesia
Kamis, 29 Okt 2015 19:15 WIB
Tidak beranjaknya penyelesaian pelanggaran HAM wujud ketidakberanian Jokowi menghadapi pelbagai kepentingan aktor-aktor yang terlibat.
Kamisan Sumpah Pemuda. (CNNIndonesia Photographer/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo tidak boleh berasalan sibuk mengurusi pelbagai persoalan negara untuk menjawab tuntutan penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia. Jokowi seharusnya dapat menggerakkan seluruh pejabat di bawahnya untuk segera menuntaskan salah satu janji kampanyenya itu.

Hal tersebut diutarakan Koordinator Bidang Advokasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan, Yanti Andriyanti, kepada CNN Indonesia pada Aksi Kamisan ke-417 di depan Istana Negara, Jakarta, Kamis (29/10). Ia tidak memungkiri upaya penyelesaian pelanggaran HAM mulai mengendur belakangan ini.

Sebelumnya, Komisioner Komnas HAM Nur Khoiron menuturkan lembaganya kesulitan membahas kelanjutan penyelesaian pelanggaran HAM sejak kepemimpinan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan bergeser dari Tedjo Edhy ke Luhut Binsar Pandjaitan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini menandakan ketidakmampuan presiden. Penyelesaian ini bukan hanya urusan presiden atau menko polhukam," ucap Yanti.
Menurut Yanti, penanganan persoalan nasional yang begitu banyak sebenarnya menunjukkan sejauh mana Jokowi dapat menggerakan seluruh instrumen negara. "Ini tentang pembagian kerja," katanya.

Di sisi lain Yanti menduga tidak beranjaknya upaya penyelesaian pelanggaran HAM merupakan wujud ketidakberanian Jokowi menghadapi pelbagai kepentingan aktor-aktor yang terlibat.
Yanti menggunakan data pengekangan hak kebebasan berpendapat dan berkumpul selama setahun pemerintahan Jokowi yang dikumpulkan Koalisi untuk Keadilan dan Pengungkapan Kebenaran, untuk menguatkan argumentasinya.

"Kebijakan dan instruksi tidak sesuai dengan implementasi di lapangan. Penyelesaian pelanggaran HAM masuk ke Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, tapi di lapangan aparat malah membubarkan dan mengekang warga," katanya.

Pada Aksi Kamisan hari ini, filsuf Karlina Supelli mendorong generasi muda untuk meneruskan ingatan atas pelanggaran HAM yang pernah terjadi di Indonesia. Menurutnya, ingatan bangsa harus terus dilanggengkan agar tragedi kemanusiaan tidak terulang lagi di masa depan.

"Hanya dengan pengakuan dan pengungkapan, pelanggaran HAM dapat dicegah untuk tidak berulang," ujar dosen Sekolah Tinggi Driyakarya itu.
Ia menambahkan, generasi tua Indonesia seharusnya meminta maaf kepada penerus bangsa karena mewarisi Indonesia berbagai pelanggaran yang tak kunjung tuntas.

Tengah bulan ini, kejadian kontroversial terkait Peristiwa 1965 kembali terjadi. Tom Iljas, seorang anggota Diaspora Indonesia di Swedia dideportasi ke negaranya dan dicekal untuk kembali ke Indonesia.

Kejadian itu bermula ketika Tom, warga negara Swedia yang merupakan anak korban Peristiwa 1965, berziarah ke makam ayahnya di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat.

Sebelum Peristiwa 1965 meletus, ia pergi ke China untuk menuntut ilmu. Belakangan, usai Oktober 1965, ia tidak diperbolehkan untuk pulang ke Indonesia.

Kepolisian Pesisir Selatan telah membantah perlakuan diskriminatif mereka terhadap Tom. Mereka berkata, hanya berupaya melindungi Tom dari amukan warga. (bag)
TOPIK TERKAIT
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER