Komnas HAM Sesalkan Penundaan Pilkada Siantar dan Simalungun

Amanda Puspita Sari | CNN Indonesia
Kamis, 10 Des 2015 03:51 WIB
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komnas HAM, menyesalkan penundaan pelaksanaan pilkada di Kota Siantar dan Kabupaten Simalungun.
Ilustrasi pilkada (Detikcom/Zaki Alfarabi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komnas HAM, menyesalkan penundaan pelaksanaan pemungutan suara dalam pemilihan walikota dan wakil Walikota Siantar serta bupati dan wakil bupati Simalungun yang semula dijadwalkan serentak pada 9 Desember 2015. Komnas HAM menilai penundaan ini menyebabkan terhambatnya pemenuhan hak konstitusional warga Kota Siantar dan Kabupaten Simalungun.

Kota Siantar dan Kabupaten Simalungun termasuk dalam lima daerah yang tidak dapat menggelar Pilkada pada Rabu (9/12), karena para pasangan calonnya tengah mengajukan proses hukum.

Ketua KPUD Kota Siantar telah menetapkan penundaan Pilkada di daerah ini sejak Selasa (8/12) sampai adanya putusan akhir dalam Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Pematangsiantar tahun 2015.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Begitu juga dengan ketua KPUD Kab. Simalungun yang telah mengeluarkan keputusan penundaan pemungutan suara bupati dan wakil bupati Simalungun sejak Selasa.

Komnas HAM menyesalkan keputusan penundaan ini setelah memperoleh informasi bahwa kesiapan pelaksanaaan Pilkada Kota Siantar dan Kabupaten Simalangun sudah mencapai 90% per 8 Desember 2015.

"Keputusan penundaan tersebut diduga mengakibatkan terhambatnya pemenuhan hak-hak konstitusional warga negara," kata Maneger Nasution, Komisioner Subkomisi Pemantuan dan Penyelidikan Komnas HAM, dalam rilis yang diterima CNN Indonesia, Rabu.

Pasalnya, Komnas HAM menilai penundaan pelaksanaan Pilkada akibat putusan hukum PTUN bukan akibat situasi genting atau kedaruratan telah menciderai prinsip kepastian waktu bagi warga Negara untuk ikut serta dalam pemerintahan pada waktunya. Selain itu, tidak ada atau belum ada jaminan bahwa pelaksanaan Pilkada yang tertunda tidak akan mengalami penundaan kembali atau tanpa batas waktu yang pasti.

"Penundaan juga berarti tertundanya proses pemindahan kekuasaan (transfer of power) kepada calon-calon kepala daerah yang lebih diterima oleh masyarakat," ujar Maneger.

Maneger menilai penundaan juga mengakibatkan hilangnya hak-hak warga Negara untuk memperoleh pelayanan publik yang maksimal karena jabatan kepala daerah yang kosong tersebut diisi oleh Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Daerah yang tidak memiliki kewenangan untuk mengambil kebijakan-kebijakan strategis dalam pemerintahan.

"Bahwa baik hak warga yang memilih dan hak warga untuk dipilih telah ditunda pemenuhannya oleh sistem dan prosedur Pemilu itu sendiri yang sangat mungkin dimanfaatkan atau dimanipulasi oleh kepentingan-kepentingan tertentu," ujarnya.

Komnas HAM, lanjut Maneger, merekomendasikan agar KPU RI dan Bawaslu RI memberikan perhatian khusus terhadap profesionalitas dan independensi penyelenggara Pemilu di Kota Siantar dan Kab. Simalungun. Pasalnya, keputusan penundaan dikeluarkan hanya beberapa jam sebelum pelaksanaan pemungutan suara dimulai.

Komnas HAM juga meminta KPU memberikan kepastian hukum terhadap pemenuhan hak-hak konstitusional warga negara yang terhambat akibat penundaan pelaksanaan Pilkada mengingat surat KPU hanya menyebutkan penundaan sampai dengan adanya putusan akhir. (ama)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER