Jakarta, CNN Indonesia -- Warga yang tergabung dalam Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) tidak rela jika Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama memenangkan Pilkada 2017 mendatang. Menurut mereka, sudah terlalu banyak dosa yang dilakukan oleh Ahok, sapaan Basuki, selama dia menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
JRMK mendatangi kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menuntut agar PDI Perjuangan tak mengusung Ahok di gelaran Pilkada 2017.
Politisi PDI Perjuangan Komarudin Watubun mengakui gaya kepemimpinan Ahok tidak mencerminkan sebagai pemimpin yang baik. “Begitu sombongnya Ahok sebagai pemimpin Jakarta,” kata Komarudin kepada CNNIndonesia.com, Rabu (24/8).
Ketua Bidang Kehormatan DPP PDIP itu menyatakan Ahok sebagai seorang pemimpin harus mempunyai etika, norma, dan moral sehingga tidak arogan terhadap sebagian warganya.
Karena itu, kata Komarudin, Ahok tak layak untuk dipilih oleh PDIP sebagai calon gubernur. Pengurus PDIP juga mengharapkan agar Ketua Umum Megawati Soekarnoputri tidak memutuskan memilih Ahok.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun terkait kebijakan Ahok yang dianggap salah, JRMK menyebut dosa pertama yang menurut warga sudah tak bisa ditolerir adalah tindakan penggusuran terhadap warga.
Sejak Ahok menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta menggantikan Joko Widodo pada akhir 2014, sudah berkali-kali penggusuran dilakukan dengan niatan agar warga mau dipindahkan ke rumah susun. Berikut sejumlah penggusuran yang dilakukan Ahok:
Kampung Pulo
Penggusuran terheboh yang pernah terjadi selama kepemimpinan Ahok terjadi saat menertibkan kawasan Kampung Pulo yang bersinggungan dengan aliran Sungai Ciliwung.
Saat itu Ahok beralasan penggusuran, atau penertiban jika menggunakan bahasa Pemprov, dilakukan agar warga lepas dari ancaman banjir yang terjadi setiap tahun. Posisi rumah yang memang berada di bibir sungai membuat Pemprov DKI berkukuh melakukan penggusuran.
Bukan tanpa perlawanan, saat itu warga Kampung Pulo melakukan aksi untuk menghalau petugas yang diminta melakukan penertiban tersebut. Kerusuhan pun tak terelakkan sehingga menyebabkan jalanan sekitar Kampung Pulo ditutup aparat kepolisian.
Korban luka pun berjatuhan, baik dari sisi warga maupun aparat, akibat bentrokan yang terjadi. Bahkan alat berat milik Pemprov DKI pun hangus akibat dibakar oleh warga.
Namun perlawanan warga tersebut seakan tak berarti karena penggusuran tetap dilakukan dan sekarang sebagian wilayah Kampung Pulo telah rata dengan tanah.
Pinangsia
Berjarak tiga bulan sebelum penggusuran Kampung Pulo, Ahok sudah memerintahkan anak buahnya untuk menertibkan kawasan Pinangsia di Jakarta Barat. Tak berbeda dengan Kampung Pulo, warga pun menolak penertiban tersebut.
Namun penolakan itu tak berarti lantaran penertiban tetap dilakukan dan kawasan tersebut sekarang berubah menjadi jalan inspeksi pemantau banjir dan kawasan hijau.
Bukit Duri
Berbeda dengan penggusuran di lokasi lain, warga Bukit Duri seakan pasrah dengan apa yang terjadi pada rumah mereka. Lokasi yang juga dekat dengan aliran Sungai Ciliwung membuat Pemprov DKI harus merelokasi warga ke rusun.
Ahok mengatakan Bukit Duri harus ditertibkan karena sodetan di Sungai Ciliwung harus dibuat dari dua arah, Kampung Pulo dan Bukit Duri. Penertiban dilakukan pada Januari 2016 tapi belum 100 persen karena masih ada beberapa kendala lain.
Kalijodo
Kawasan ini terkenal sebagai tempat prostisusi kelas menengah di Jakarta. Banyak kafe-kafe di sana yang kabarnya memberikan pelayanan plus bagi siapa saja yang datang ke sana.
Kejadian tabrakan di kawasan tersebut menjadi trigger penertiban oleh Pemprov DKI. Adu argumen terjadi sebelum antara Ahok dan "penguasa" Kalijodo yang menamai dirinya Daeng Azis.
Azis lantas berkunjung ke DPRD DKI untuk melakukan audiensi dan mendesak agar DPRD bisa membujuk Pemprov untuk tidak melakukan penggusuran. Namun hal tersebut pada akhirnya tak berarti apa-apa.
Koar-koar penolakan yang sebelumnya ditunjukkan warga tak terlihat saat aparat tiba di Kalijodo. Penertiban dilakukan tanpa adanya perlawanan, bahkan Daeng Azis malah dicokok oleh Polres Jakarta Utara dengan tuduhan pencurian listrik.
Pasar Ikan dan Akuarium
Pasar ikan dan Kampung Akuarium sama-sama berlokasi di Jakarta Utara dan dekat dengan bibir Pantai Utara Jakarta. Alasan dua kawasan tersebut digusur adalah karena sertifikat tanah menunjukkan bahwa itu merupakan tanah milik pemerintah.
Tak tanggung-tanggung, penertiban di Pasar Ikan dikebut hingga selesai hanya dalam waktu sehari saja. Rumah-rumah yang berdiri di bantaran sungai diratakan agar tak lagi terlihat seperti kawasan kumuh.
Pun begitu dengan Kampung Akuarium. Kawasan yang berseberangan dengan Kampung Luar Batang itu dihancurkan dan warganya dipindahkan ke berbagai rusun, mulai rusun Muara Baru, rusun Rawa Bebek, hingga rusun Pulo Gebang.
Sayangnya, tak semua warga mengambil jatah rusun yang diberikan oleh Pemprov DKI. Banyak di antara mereka yang tetap tinggal di kawasan Penjaringan dengan menggunakan perahu dan mendapat julukan "manusia perahu".
Jangan Lupakan ReklamasiBergabung dengan kelompok JRMK ada organisasi KNTI atau Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia. Kehadiran mereka di organisasi itu adalah untuk menyuarakan penolakan terhadap proyek reklamasi di Pantai Utara Jakarta.
Sejak Ahok menjadi gubernur, mega proyek pembangunan 17 pulau tersebut mulai berjalan dan bahkan sebagian pulau sudah ada yang selesai.
Warga masyarakat yang mengklaim dirinya sebagai nelayan pencari ikan di Pantai Utara Jakarta menganggap proyek reklamasi telah merenggut mata pencaharian utama mereka. Ikan-ikan yang biasanya mudah ditangkap dekat bibir pantai sekarang sudah bermigrasi ke tengah laut.
Polusi air laut pun terjadi dan mengakibatkan kawasan di sana tak lagi higienis.
Warga menuding reklamasi menjadi penyebab itu semua, tapi Ahok tetap tegak. Dengan tameng aturan reklamasi yang dikeluarkan pada 1995, Ahok berkukuh bahwa reklamasi harus tetap dilanjutkan.
Masalah reklamasi nyatanya tak hanya membuat Ahok berseteru dengan warga, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Rizal Ramli dan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menjadi lawannya juga.
Melawan tiga elemen tersebut Ahok tetap gigih bahwa reklamasi harus dilakukan. Tudingan pencemaran lingkungan tak diindahkan oleh pria asal Belitung Timur tersebut.
Namun terkuaknya kasus korupsi reklamasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi akhirnya sedikit menahan laju Ahok. Kesepakatan dengan pemerintah pun pada akhirnya membuat proyek reklamasi dihentikan untuk sementara waktu.
(obs)