Jakarta, CNN Indonesia -- Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hasto Kristiyanto membantah Pilkada DKI Jakarta 2017 merupakan wujud kegagalan partai dalam menjalankan proses kaderisasi.
Sebab, dari tiga calon gubernur yang mengikuti Pilkada DKI Jakarta 2017, yakni Basuki Tjahaja Purnama, Agus Harimurti Yudhoyono dan Anies Baswedan, praktis tidak ada satu pun yang merupakan kader dari partai pengusung.
"Ya kalau bagi PDIP, Pilkada dalam perspektif ideal, kami menyiapkan calon pemimpin dari internal. Oleh karena itu lah Djarot Saiful Hidayat betul-betul kami usung," kata Hasto di kediaman Megawati, Jalan Teuku Umar, Jakarta, Minggu (25/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Memang, dalam hal ini Basuki alias Ahok, bersanding dengan Jarot yang merupakan kader internal PDIP. Menurut Hasto, Djarot telah melaui proses kaderisasi panjang di internal partai dan mengikuti sekolah calon kepala daerah PDIP.
Namun, meski Djarot tidak menjadi calon untuk mengisi kursi nomor satu, PDIP cukup puas telah mendorong kadernya untuk maju. Menurutnya, hal ini juga melihat realitas peta politik yang ada di Jakarta.
"Ketika melihat realitas peta politik belum memungkinkan, ya paling tidak kami mendorong sebagai calon wakil kepala daerah," ujar Hasto.
Terpilihnya duet Ahok-Djarot, kata Hasto, juga menjadi tanggungjawab PDIP sebagai partai yang mengusung Joko Widodo-Ahok pada Pilkada 2012 untuk menjaga dukungan yang selama ini telah diberikan. Dengan demikian, ia menolak jika Pilkada DKI Jakarta 2017, disebut sebagai kegagalan partai dalam melakukan kaderisasi.
Sejumlah pihak menilai tidak adanya bakal calon gubernur yang berasal dari kader partai pengusung, sebagai buah kegagalan partai politik dalam melakukan kaderisasi internal.
Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz sepakat jika tiadanya kader internal menjadi calon gubernur di Pilkada DKI Jakarta 2017, merupakan kegagalan partai politik dalam mencetak pemimpin daerah.
"Ini membuktikan bahwa proses kaderisasi di partai politik kurang akseleratif sehingga partai harus mencari dari luar," kata Hafidz dalam pesan singkatnya.
Hafidz menduga, hal ini disebabkan partai politik dalam membangun koalisi dan mencalonkan pasangan di Pilkada, secara umum masih mendasarkan pada dua hal utama, yakni modalitas dan popularitas.
Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno tidak sepakat jika kasus Pilkada DKI Jakarta 2017, kemudian digeneralisasi dalam konteks Pilkada serentak secara keseluruhan.
Eddy berkata, Pilkada DKI Jakarta merupakan kasus khusus, terutama dari aspek politis dan strategis.
Partainya bersama poros Cikeas yang mengusung Agus-Sylviana Murni disebut mengedepankan sosok figur yang bersih, santun, berprestasi, tegas, berpengalaman dan memberikan harapan baru di Pilkada DKI Jakarta.
"Jika kriteria ini belum kami temukan pada kader para parpol pengusung, kami tentu tidak segan mencari sosok yang mampu memenuhi kriteria di atas untuk memenangkan Pilkada DKI Jakarta," kata Eddy.
(pit)