Komisi III Cecar KPK soal Audit BPK dan Penyadapan

CNN Indonesia
Selasa, 12 Sep 2017 20:02 WIB
Sejumlah pertanyaan yang diajukan anggota Komisi III DPR berkaitan dengan audit BPK dan penyadapan. Rapat ditunda sementara sebelum mengambil kesimpulan.
Ketua Sidang RDP antara KPK dan Komisi III DPR RI, Benny Kabur Harman, menunda sidang sekitar pukul 18.00 WIB. (CNN Indonesia/Christie Stefanie)
Jakarta, CNN Indonesia -- Episode rapat antara KPK dan Komisi III DPR berhenti sementara sebelum mengambil kesimpulan, Selasa (12/9).

Ketua Sidang dalam RDP, Benny Kabur Harman, mengetok palu menunda sementara rapat tersebut sekitar pukul 18.00 WIB berdasarkan kesepakatan seluruh fraksi.

Setelah disepakati penundaan, Benny menegaskan pada agenda selanjutnya seluruh fraksi di Komisi III tak lagi diizinkan mengajukan pertanyaan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejumlah pertanyaan yang diajukan oleh anggota Komisi III DPR berkaitan dengan audit BPK dan penyadapan.

Ia berkata, agenda lanjutan hanya untuk mendengarkan jawaban KPK atas sejumlah pertanyaan dari anggota Komisi III yang belum terjawab.

"Tidak ada pertanyaan lagi. Kita akan mendengarkan jawaban. Langsung membacakan kesimpulan dan kita tutup," ujarnya di Ruang Sidang Komisi III DPR RI, Jakarta.

Saat mengetuk palu tanda skors rapat, Benny menyatakan sidang bakal dilanjutkan kembali pukul 19.00. Namun, hingga berita ini disiarkan RDP itu belum dimulai kembali.

Pertanyaan atas Kewenangan KPK

Sebelum sidang ditutup, sejumlah hal berkaitan dengan kinerja dan kewenangan KPK menjadi pokok pembahasan, yakni mengenai temuan dalam audit BPK dan penyadapan.

Dalam konteks penyadapan, Komisi III DPR mempertanyakan soal pihak yang berwenang di KPK untuk menentukan siapa orang yang akan disadap. Mereka juga menpertanyakan standard operating procedure dan mekanisme penyadapan itu.

Menanggapi hal itu, Ketua KPK Agus Rahardjo menyampaikan, pihak yang berwenang menentukan penyadapan adalah penyelidik. Ketentuan itu dilakukan usai mendapat laporan dari bagian Pengaduan Masyarakat yang lebih awal melakukan penelitian atas laporan dugaan tipikor.

Komisi III DPR Tunda RDP Dengan KPK Sebelum Ambil KesimpulanKetua KPK Agus Rahardjo (kanan) bersama Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, Jakarta, Selasa (12/9). (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Terbitnya surat perintah penyadapan, kata Agus juga, berdasarkan persetujuan dari seluruh komisioner KPK.

"Yang namanya sprindap itu yang tandatangan kami berlima. Jadi di cover depan saya yang tandatangan, dan [di] belakang kami berlima tandatangan," ujar Agus.

Selain itu, Agus menegaskan, KPK tidak pernah menyalahgunakan kewenangan untuk menyadap seseorang. Penyadapan dilakukan sesuai SOP, serta berdasarkan temuan selama proses pengumpulan alat bukti dan penyelidikan.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif juga memberikan penjelasan atas pertanyaan Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo yang heran ada potongan percakapan di luar materi perkara yang disadap KPK.

Bambang sempat mengatakan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq merupakan korban potongan sadapan di luar materi perkara. Hal itu menurutnya telah membunuh karakter dan mencemarkan nama baik Luthfi.

"Kasus Presiden PKS misalnya, 'oh punya abang semalam enak juga'. Ada itu muncul dan bahkan tersebar," ujar Bambang.

Menurut Laode, tidak dihilangkannya percakapan di luar materi perkara dalam transkip yang diserahkan ke pengadilan dilakukan untuk mengantisipasi adanya pandangan manipulasi rekaman sadapan tersebut.

"Kalau itu dipotong, jadi tidak nyambung. Nanti di pangadilan takutnya ditanya [rekaman] ini hasil editan. Terpaksa ada potongan itu," ujar Laode.

Sementara itu, dalam konteks temuan BPK, anggota Fraksi Golkar Mukhamad Misbakhun menyatakan, KPK belum menindaklanjuti sejumlah temuan BPK, salah satunya pengangkatan seorang pensiunan Polri sebagai pegawai tetap KPK.

Ia berkata, BPK menemukan KPK tidak memiliki dokumen pengajuan pengangkatan yang seharusnya diberikan ke Polri. Akibat dari hal itu, purnawirawan itu mendapat gaji dan tunjangan ganda.

"Bagaimana bapak menindaklanjuti temuan BPK dan kerugian keuangan negara ini," ujar Misbakhun.

Terkait hal itu, KPK sedianya akan menjabarkan dalam kesempatan selanjutnya.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER