Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Pusat Seismologi Teknik Geofisika Potensial dan Tanda Waktu Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Jaya Murjaya mengatakan fenomena
supermoon tak perlu dikhawatirkan. “Tak ada dampaknya terhadap iklim,” katanya kepada CNN Indonesia, di Jakarta, Rabu (18/2).
Kehadiran
supermoon menjadi perbincangan yang ramai di dunia maya, Rabu (18/2). Supermoon disebut hadir pada rabu malam waktu universal atau Kamis (19/2) waktu Indonesia. Dulu
supermoon sempat disebut-sebut sebagai biang terjadinya bencana alam.
Kamis besok adalah datangnya fase bulan baru atau ada yang menyebutnya dengan istilah bulan mati. Bulan ini tak terlihat karena posisinya segaris dengan Bumi dan Matahari. (Baca:
Imlek Besok Ditandai Bulan Super di Langit)
Bulan baru besok disebut termasuk
supermoon karena ia terjadi bertepatan dengan dekatnya jarak Bulan ke Bumi atau yang dikenal dengan istilah
perigee. Orbit Bulan bentuknya eliptikal sehingga dalam waktu tertentu ia akan dekat dengan Bumi dan pada waktu lain akan menjauh dari Bumi.
Tapi Jaya mengatakan, bulan baru besok belum layak disebut
supermoon karena jarak Bulan ke Bumi belum terlalu dekat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jaya bilang, jarak Bulan ke Bumi besok itu adalah 356.991 kilometer. Jarak terdekat Bumi ke Bulan akan terjadi pada September, yaitu sejauh 356.876 kilometer. “Itu baru layak disebut
supermoon,” katanya.
Menurut Jaya,
supermoon memang bisa menyebabkan air pasang lantaran gaya tarik Bulan. Ketinggian pasang pun akan berbeda dengan pasang pada saat bulan purnama atau bulan baru biasa. “Tapi tidak perlu dikhawatirkan, itu pasang biasa saja,” kata Jaya.
(ded/ded)