Ilmuwan Kembangkan Baterai Lithium-Ion Anti Meledak

CNN Indonesia
Jumat, 15 Jan 2016 10:56 WIB
Para ilmuwan Stanford University menciptakan baterai lithium-ion yang bisa berhenti beroperasi ketika terlalu panas, mencegah agar tidak meledak.
Ilustrasi (REUTERS/iFixit)
Jakarta, CNN Indonesia -- Para ilmuwan Stanford University menciptakan baterai lithium-ion yang bisa berenti bekerja ketika temperaturnya terlampau tinggi dan akan kembali restart saat suhu rendah kembali secara otomatis. Hal ini dimaksudkan agar baterai tidak mengalami panas berlebih dan akhirnya meledak.

Baterai lithium-ion konvensional yang ada sekarang ini terdiri dari sepasang elektroda dan elektrolit cair atau gel yang membawa partikel bermuatan. Namun jika suhu baterai mencapai sekitar 150 derajat Celcius (300 derajat Fahrenheit) akibat rusak atau overcharging, elektrolit dapat terbakar dan memicu ledakan.

"Kami telah merancang baterai pertama yang dapat berhenti bekerja dan hidup kembali tanpa mengorbankan kinerja baterai meski siklus pemanasan dan pendinginan terjadi berulang-ulang," kata insinyur kimia, Zhenan Bao dikutip dari Science Alert.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Hal ini bukan pertama kalinya ilmuan mencoba untuk menereapkan mekanisme 'potong jalur' dalam baterai lithium-ion untuk mengatasi bahaya dari panas yang berlebihan.

"Sayangnya, teknik yang sudah dikembangkan sebelumnya membuat baterai tidak lagi bisa berfungsi setelah terlalu panas," kata salah satu peneliti, Yi Cui.

Metode baru yang dikembangkan membuat baterai dapat beroperasi secara otomatis dan berulang kali untuk mencegah kepanasan. Hal ini dimungkinkan berkat menggunakan partikel-partikel nikel berskala nano. Partikel ini dilapisi dengan graphene dan tertanam dalam film tipis polyethylene yang elastis.

"Kami menyematkan film polyethylene ke salah satu elektroda baterai sehingga arus listrik dapat mengalir melalui itu. Untuk menkonduksi listrik, partikel berbentuk runcing menyentuh satu sama lain secara fisik," kata Zheng Chen, pemimpin penelitian.


Dalam pengujian, para ilmuan mengondisikan agar terjadi overheat pada baterai dengan hot-air gun. Ketika panansnya mencapai di atas 70 derajat Celcius (160 derajat Fahrenheit), film polyethylene melebar dan menyebabkan baterai berhenti bekerja, tapi setelah temperatur kemabli normal, film polyethylene menyusut secara otomatis sehingga memungkinkan baterai untuk kembali menghasilkan listrik.

Menurut para ilmuan, ambang batas temperatur bisa diatur tergantung pada komposisi material polimer sehingga memungkinkan baterai untuk bisa bekerja pada temperatur yang lebih dingin atau panas sebelum adanya konduksi / non-konduksi.

"Dibandingkan dengan temuan sebelumnya, kami menciptakan desain yang andal, cepat, dan strategi reversible yang dapat membuat performa baterai tetap tinggi dengan keamanan yang lebih baik," kata Cui.

Baterai berjenis lithium-ion sendiri kini banyak digunakan oleh industri elektronik dan gadget. Seperti ponsel, tablet, smartwatch, laptop, perangkat wireless, dan lain-lain.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER