Jakarta, CNN Indonesia -- Merek layanan seluler Axis seakan kurang terdengar gaungnya sejak diakuisisi oleh XL Axiata. Perusahaan itu menegaskan bahwa Axis masih eksis, dan gencar dipromosikan di sejumlah daerah untuk mengusik kompetitor.
XL tidak mempromosikan Axis di daerah seperti Jakarta, kota di mana XL punya basis pelanggan besar. Sebisa mungkin perusahaan tidak membuat Axis mengkanibal XL.
Presiden Direktur dan CEO XL Axiata, Dian Siswarini berkata, pihaknya membagi persaingan pangsa pasar menjadi tiga kategori, yaitu XL sebagai penguasa pasar, XL sebagai penantang di mana pangsa pasarnya berbeda tipis dengan kompetitor, dan sebagai penyerang di mana XL memiliki pelanggan dalam jumlah sedikit.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di daerah kategori ketiga, kata Dian, Axis akan diposisikan sebagai penyerang untuk para kompetitor.
“Axis akan jadi attacker seperti di Sukabumi, dan beberapa kota di Jawa Tengah dan Jawa Barat,” tutur Dian.
Ia berkata tidak terlalu agresif mempromosikan Axis di kota yang sudah dikuasai oleh XL seperti di Belitung, Lombok, dan Madura, begitu juga dengan Jakarta.
Axis bakal diposisikan sebagai merek yang memberi tarif hemat dan untuk para pengguna yang baru mau beralih memanfaatkan data. Dengan kata lain, Axis bakal diposisikan untuk segmen menengah ke atas. Sementara XL bakal diposisikan sebagai merek premium untuk pengguna menengah ke atas, dan bakal jadi senjata utama perusahaan dalam meningkatkan pendapatan.
XL juga belum berencana menyediakan layanan Internet 4G LTE untuk Axis, namun Axis tetap kebagian perluasan 3G bersamaan dengan pengembangan infrastruktur XL.
Kontribus Axis untuk bisnis XL secara keseluruh, disebut Dian masih berada di bawah 15 persen dari total pendapatan sepanjang 2015.
XL mencatat pendapatan turun 2,47 persen menjadi Rp22,88 triliun sepanjang 2015 dari Rp23,46 triliun di 2014. Pendapatan ini disumbang dari layanan suara Rp 8,27 triliun, SMS Rp 3,89 triliun, data dan VAS Rp 7,027 triliun, interkoneksi dan roaming internasional Rp 2,38 triliun.
XL mencatat rugi bersih sebesar Rp 25 miliar yang terutama disebabkan dampak forex dari penguatan dollar AS. Kerugian ini menyusut dibandingkan 2014 sebesar Rp 804 miliar. Menyesuaikan dampak itu, XL mencatat laba bersih yang dinormalisasi sebesar Rp 51 miliar di 2015.
Di tahun 2016, XL menganggarkan belanja modal Rp 7 triliun yang mayoritas dialokasikan untuk pengembangan infrastruktur. Dana untuk infrastruktur itu sebanyak 60 persen bakal dipakai untuk memperluas 4G LTE, dan 40 persen untuk 3G.
(adt/adt)