Angkatan Laut AS Terbukti Gunakan Sonar Ilegal

Susetyo Dwi Prihadi | CNN Indonesia
Rabu, 20 Jul 2016 21:46 WIB
Tentara Angkatan Laut Amerika Serikat terbukti menggunakan sonar illegal yang bisa mencederai mamalia bawah laut seperti paus dan lumba-lumba.
Ilustrasi kapal Angkatan Laut AS (US Navy/Korrin Kim)
Jakarta, CNN Indonesia -- Tentara Angkatan Laut Amerika Serikat terbukti menggunakan sonar illegal yang bisa mencederai mamalia bawah laut seperti paus, lumba-lumba, anjing laut dan singa laut.

Pengadilan setempat menemukan peraturan tahun 2012 yang melanggar Perjanjian Perlindungan Mamalia Laut. Peraturan itu memperbolehkan AL menggunakan sonar aktif frekuensi rendah untuk tujuan pelatihan dan pengujian.

Diberitakan The Verge, Angkatan Laut diperbolehkan menggunakan alat sonar tersebut oleh Badan Perikanan dan Kelautan Nasional (National Marine Fisheries Service/NMFS).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut pengadilan, badan tersebut gagal mencegah kekerasan bagi makhluk bawah laut yang dimaksud. Selain itu, NMFS dinilai gagal melindungi kawasan dunia yang dianggap penting oleh pemerintah AS seperti Kepulauan Galapagos dan Papahanaumokuakea di Hawaii.

Tentara AS diizinkan menggunakan sonar berintensitas tinggi jarak jauh tersebut selama lima tahun di 70 persen perairan dunia seperti Samudera Pasifik, Atlantik, India dan Laut Mediterania.

NMFS mesti menentukan batas aktivitas yang dapat mencederai hewan laut. Tujuannya adalah untuk mengurangi dampak negatif hingga tingkat yang paling rendah.

AL negeri Paman Sam menggunakan alat itu utuk mendeteksi kapal selam negara asing. Sonar tersebut menggunakan 18 pemancar suara yang terletak jauh di bawah permukaan laut.

Alat itu memproduksi gelombang suara berfrekuensi rendah sekira 215 desibel dalam rangkaian yang berlangsung selama 60 detik. Gelombang itu dapat mengganggu indera paus, lumba-lumba dan hewan lainnya yang mengandalkan suara untuk berburu, menentukan arah dan komunikasi.

Suara di atas 180 desibel bisa mengganggu pendengaran hewan dan mengakibatkan luka fisik. Pada 2005, 34 paus terdampar dan mati di North Carolina karena pelatihan angkatan laut.

NMFS berdalih, tidak ada cukup data soal persebaran malia laut yang diperlukan untuk melakukan perlindungan yang dibutuhkan. Namun, pengadilan tidak menghiraukan meski badan tersebut sudah berkonsultasi dengan para ahli.

Hal itu disampaikan Direktur Proyek Perlindungan Mamalia Laut di Konsulat Pertahanan Sumber Daya Alam, Michael Jasny. Organisasi itu adalah salah satu pihak yang menuntut NMFS.

"Pengadilan dengan tegas menolaknya," kata Jasny. "Dengan demikian, Pengadilan telah meluruskan hukum yang bisa mengubah cara kerja NMFS bekerja secara signifikan di bawah hukum." Ketika kekurangan data, lanjut dia, badan tersebut mesti mengantisipasi dengan menyiapkan perlindungan yang lebih.

(tyo)
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER