Uber dan Grab Soroti Poin Pembatasan Kendaraan dan Tarif

Bintoro Agung Sugiharto | CNN Indonesia
Jumat, 17 Mar 2017 08:01 WIB
Uber dan Grab mengaku khawatir dengan revisi Permen No.32/2016 terutama menyoal pembatasan jumlah kendaraan dan penentuan tarif oleh pemerintah.
Uber dan Grab mengaku keberatan adanya aturan pembatasan kendaraan dan pengaturan tarif oleh pemerintah. (Foto: CNN Indonesia/Bintoro Agung Sugiharto)
Jakarta, CNN Indonesia -- Uber dan Grab sama-sama khawatir dengan hasil revisi Peraturan Menteri Nomor 32 Tahun 2016. Mereka menyoroti poin kuota kendaraan dan penentuan tarif.

Pada pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, pihak Uber mengaku khawatir dengan hasil revisi payung hukum taksi online tersebut.

"Jika diimplementasikan, akan mempersulit warga Indonesia untuk mengakses manfaat yang dihadirkan ridesharing: pilihan mobilitas yang handal dan kesempatan ekonomi yang fleksibel," tulis Uber Indonesia pada Rabu (15/3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Senada dengan Uber, Grab Indonesia pun telah menyampaikan keberatannya kepada publik soal revisi tersebut. Menurut mereka, poin soal kuota dan tarif akan mempersulit kinerjanya.

Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata menyebut sistem mekanisme pasar yang saat ini dipakai semua penyedia layanan taksi online seperti Gojek, Grab, dan Uber, merupakan cara terbaik. Mekanisme ini mengijinkan mereka menentukan tarif angkutan mereka sendiri tanpa ada campur tangan dari pemerintah.

"Sebab layanan ini merupakan layanan sewa yang berdasarkan kesepakatan di awal," tutur Ridzki saat ditemui di Jakarta, Senin (13/3).

Ia juga mengeluhkan ketentuan kuota angkutan sewa khusus di sebuah kota dalam revisi itu. Ridzki menuturkan batas jumlah kendaraan taksi online sebaiknya juga memakai mekanisme pasar seperti sekarang.

"Berapa kendaraan yang cukup atau tidak, seharusnya ditentukan oleh pasar," ungkapnya.

Baik Grab maupun Uber mengaku akan terus melobi pemerintah hingga ketentuan ini benar-benar berlaku pada April nanti. Sementara Gojek hingga saat ini belum bisa dimintai keterangan.

"Kami akan terus berdialog dengan pemerintah untuk memastikan revisi peraturan ini mengutamakan kepentingan penumpang dan mitra pengemudi," tulis Uber.

Masalah tersebut menambah pekerjaan rumah tambahan bagi penyedia layanan taksi online. Pasalnya pada ketentuan nama kepemilikan Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK) atas perorangan akan diubah atas nama badan hukum.

Dengan kata lain, kendaraan yang dimiliki seorang mitra pengemudi GrabCar misalnya, harus merelakan nama kepemilikan STNK mobil miliknya menjadi atas nama badan hukum seperti koperasi yang menaunginya.

Poin peralihan nama STNK dari perorangan ke badan hukum ini sebenarnya sudah lama menjadi sorotan. Sebab dalam konsep bisnis ride-sharing, perusahaan seperti Grab dan Uber berperan memfasilitasi pemilik kendaraan dengan teknologi mereka. Sehingga kendaraan yang beroperasi tidak termasuk aset perusahaan.

Sementara itu di sisi lain, pemerintah ingin meregulasi bisnis taksi online lebih ketat untuk meredam tuntutan pelaku usaha angkutan sewa umum. Angkutan konvensional ingin layanan taksi online punya aturan main yang sama dengan mereka.

Dalam menyuarakan tuntutannya sejumlah pengemudi angkutan umum dan taksi konvesional di beberapa daerah seperti Tangerang, Malang, Yogyakarta, hingga Medan memprotes keberadaan layanan transportasi berbasis aplikasi. (evn)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER