Jakarta, CNN Indonesia -- Dalam satu hari, pasar otomotif Indonesia kebanjiran mobil baru. Ada empat merek, tiga di antaranya berstatus premium hingga
hypercar, mereka sepakat tampil bersamaan di tempat terpisah di Jakarta.
Pelaku yang bermain dalam industri mobil premium pada Rabu (26/7) ialah Porsche, Lexus hingga McLaren. Ketiga nama besar dari berbagai negara yang mencoba peruntungan sembari membidik orang kaya di Indonesia.
Melalui Porsche Indonesia, pabrikan asal Jerman yang dibawahi bendera Euro Cars itu hadir di selatan Jakarta. Tawarannya, ialah sebuah mobil impian dengan penyesuaian keinginan konsumen terhadap sportcar dalam wujud Porsche 911 Carrera GTS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Uniknya, tidak sedikit informasi yang diungkapkan oleh penjual mengenai detail harga mobil berkubikasi mesin 3.0 L itu. Namun, dari informasi yang dihimpun, harga dasar 911 GTS di negara lain adalah USD125 ribu atau setara Rp1,66 miliar. Otomatis di Indonesia sendiri bakal dibanderol dengan harga lebih tinggi lantaran pajak yang bisa mencapai lebih dari 100 persen, ditambah modifikasi sesuai keinginan pemesan.
 Porsche 911 GTS Sport Carrera diluncurkan di Jakarta, Rabu (27/7). (CNN Indonesia/Rayhand Purnama Karim JP) |
Lain lagi saat berbicara McLaren. Setelah sebelumnya singgah di negara tetangga untuk mengenalkan produknya, kini produsen asal Inggris itu hadir di tanah air.
McLaren 720S, sesuai namanya mobil ini memiliki tenaga sebesar 720 daya kuda. Sama seperti Porsche, anehnya mobil ini juga sudah menerima pesanan. Ada tiga pemesan asal kota besar di Indonesia, yaitu Jakarta, Bandung dan Surabaya.
Perkiraannya, harga mobil itu saat mengaspal di tanah air bakal dibandrol dua kali lipat, lantaran beban pajak kepada keinginan tiap orang kaya. Kalkulasi kasar, McLaren 720S kelas terendah berada di harga tidak kurang dari Rp10 miliar dan tertinggi seharga Rp15 miliar.
Terakhir, tidak ketinggalan rekan satu negara penguasa industri otomotif dalam negeri, Toyota, Lexus. Dari Jepang, Lexus membawa harapan dari para Takumi, atau sebutan bagi pembuat mobil Lexus yang memiliki citarasa dan keterampilan dengan membesut LC 500.
 Lexus LC 500 mengaspal di Indonesia dengan tebusan nyaris Rp5 miliar. (Courtesy of Lexus) |
Mobil diklaim dibangun dengan berbagai kemewahan, namun tetap mengutamakan performa. Bekalnya untuk saling kebut, adalah mesin 4.969cc dengan natural aspirated V8 yang dikawinkan transmisi otomatis 10 percepatan. Butuh Rp4,29 miliyar jika membawanya ke balik pintu garasi Anda.
Sulit JualanBermodal kualitas di level tertinggi dan nama besar masing-masing produsen, tentu tidak menjamin penjualan mobil premium bakal laris. Rata-rata mereka tidak akan sesumbar dan menyebutkan target sampai berapa jumlah armada yang sudah jatuh ke tangan konsumen.
Seperti BMW Group Indonesia, salah satu merek dengan citranya sebagai mobil mahal di Indonesia. Produsen asal Jerman itu tentu tidak mau terlalu gamblang membuka targetnya di tanah air. Mereka mengunci rapat, jangankan keuntungan soal penjualannya-pun begitu.
Terlebih paska BMW i8, mobil premium seharga hampir Rp4 miliyar berbekal mesin plug-in hybrid.
Apa mereka sulit jualan? Ataukah hanya menjaga gengsi antara sesama penjual mobil kelas atas. Faktanya, beberapa importir mobil kelas premium seperti di kawasan sepanjang Gandaria sampai Pondok Indah, Jakarta Selatan mengeluh kesulitan menjajakan dagangannya ke konsumen, terutama sejak akhir 2016.
Tidak jarang, beban Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dari pemerintah disebut-sebut menjadi lesunya penjualan mobil premium. Bahkan, bagi mereka membeli mobil premium di luar negeri lebih baik ketimbang, terkena pajak mewah ala pemerintah.
 McLaren 720S diperkirakan memiliki harga terendah di tanah air di angka Rp10 miliar. (AFP PHOTO / Fabrice COFFRINI) |
Presiden Direktur Prestige Image Motorcar Rudy Salim, yang juga sebagai salah satu importir mobil premium berpendapat demikian. Pajak selangit menjadi celah orang kaya tidak lagi mencari mobil premium di Indonesia.
"Jadi cari uang, para pengusaha itu akhirnya milih beli di luar negeri, banyak sekali yang seperti itu. Kalau di Indonesia mau pakai, pajak terlalu tinggi, di luar negeri bisa beli dua. Jadi mereka tidak mau beli," kata Rudy.
Banyak Orang MiskinBerbeda dari negara-negara lain dengan arus lalu lintas yang akrab bersama mobil-mobil menengah ke atas dan berteknologi terkini. Indonesia justru tampak lebih berwarna dengan kendaraan murah atau istilah lainnya, low cost green car (LCGC). Terlebih, angka penjualan mobil LCGC dari masing-masing produsen yang ikut serta terus naik.
Dalam datanya, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat penjualan wholesales selama kuartal pertama 2017 naik menjadi lebih dari 120 ribu, yang mana diperiode serupa tahun lalu angkanya tidak mencapai 90 ribu unit.
Sedikitnya ada lima produsen yang bermain dikelas mobil murah. Mereka tidak lain adalah Toyota, Honda, Suzuki, Daihatsu dan Datsun.
 BMW i8, mobil mewah plug-in hybrid. (CNN Indonesia/Andry Novelino) |
Laris-manisnya LCGC sampai sulitnya penjualan mobil premium di Indonesia, bisa dikatakan sejalan dengan data yang baru dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), per Maret 2017. Hasilnya, terdapat perlambatan pertumbuhan penduduk kaya di dalam negeri, sementara angka kemiskinan bertambah, dan tingkat ketimpangan (gini ratio) bergerak stagnan.
Gini ratio sendiri merupakan indeks yang digunakan untuk mengukur ketimpangan pendapatan antara penduduk miskin dan penduk kaya.
Angka kemiskinan di Indonesia tersebut diukur dalam gini ratio per Maret 2017 sebesar 0,393, relatif stagnan dibandingkan gini ratio pada September 2016 yang mencapai 0,394 atau turun tipis 0,001 poin. Per Maret 2017 jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 27,7 juta bertambah 6.900 orang dibandingkan dengan September 2016 yang sebesar 27,76 juta.
Meski begitu, terdapat 37 juta rumah tangga tergolong sebagai masyarakat kelas menengah atau sekitar 60 persen dari total penduduk di Indonesia.
Entah bakal jadi untung atau buntung bertahannya penjual serta pembeli mobil apapun jenisnya dari
sportcar, supercar hingga kendaraan penumpang dengan embel-embel premium saat ini.
Tapi mungkin, bila melihat dari keterbatasan sisi infrastruktur dan beban-beban lainnya di Indonesia, jika-pun menjadi orang 'terlanjur' kaya pasti saya berfikir dua kali, bahkan lebih untuk memutuskan berinvestasi di negeri sendiri dengan membeli mobil berkemampuan super di dalamnya.
Mengingat, pada kota besar seperti DKI saja untuk sekadar menikmati lengangnya jalan bersama kendaraan roda dua-pun sulit, apalagi mobil. Jangankan dalam jalur umum, jalan bebas hampatan-pun demikian. Jadi teringat bos Ferrari Jakarta, lebih memilih mobil multi purpose vehicle (MPV) besutan Jepang sebagai armada utamanya, ketimbang menunggang Ferrari untuk berlenggok di Ibu Kota.
(pit)