Jakarta, CNN Indonesia -- Pelaksana Tugas (PLT) Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Hindro Surahmat, mempertanyakan pihak yang melayangkan gugatan ke MA terkait Permenhub Nomor 26 tahun 2017. Apakah si penggugat murni sebagai mitra pengemudi ataukah pesanan dari perusahaan penyedia layanan transportasi daring?
"Apakah murni driver atau karena orang Grab dan Uber. Lalu yang menggugat ke MA apakah benar supir. Karena bisa jadi didanai. Kalau melihat bisa disponsorin atau danai," kata Hindro kepada
CNNIndonesia.com, Jum'at (8/9).
Adapun perusahaan yang bermain dalam bisnis transportasi berbasis aplikasi saat ini adalah Gojek, Grab, dan Uber.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kecurigaannya ini berdasarkan gelagat para penggugat. Menurutnya tuntutan mereka seperti menginginkan tidak ada aturan yang menaungi, seperti pengaturan tarif batas atas dan bawah, kuota, surat kendaraan. Sebab, pasal-pasal yang mengatur hal tersebut yang dianulir oleh MA.
"Ya kalau melihat seperti itu sepertinya mereka tidak ingin diatur. Maunya, ya, bebas. Sedangkan, yang lain memenuhi aturan kaya badan usaha dan lainnya. Tarif diatur kuota dibatasi, supaya tidak perang tarif. Tapi mereka secara umum tidak mau begitu," kata dia.
Kemudian, ia mempertanyakan, menyoal kuasa hukum yang berada di balik enam orang tersebut. Berdasarkan informasi yang dihimpun Kemenhub, pengacara mereka termasuk berkelas
corporate yang memungkinkan untuk memakai jasanya memerlukan biaya tidak sedikit.
Tidak hanya itu ia menjelaskan, dari penelusuran tempat tinggal masing-masing penggugat, ternyata alamatnya tidaklah sesuai.
"Ternyata menurut informasi supirnya sendiri yang dari orang mengajukan alamat tidak ada. Jadi apa benar? Lalu pengacara kok pakai yang berkelas, kelasnya
corporate lah. Artinya kan pasti mahal, nah apa mampu mereka itu bayarnya," ujarnya.
Lebih lanjut, terkait ada campur tangan MA terkait gugurnya pasal tersebut Hindro tak mau banyak bicara. "Nah saya tidak berani komentari MA," tuturnya.
"Kami berusaha saja ikutin aturan mainnya. Kami juga menyikapi aturan regulasi yang di MA dianggap tidak benar, kami coba," kata dia menambahkan.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) menganulir sejumlah pasal yang tertera dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 26 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek atau biasa dikenal sebagai payung hukum taksi
online.
Batalnya pasal sebanyak 14 poin yang tertuang dalam surat putusan Nomor 37/P/HUM/2017 itu dilatarbelakangi adanya gugatan yang dilayangkan enam orang. Mereka mengaku sebagai
driver atau pengemudi angkutan sewa khusus.
(eks)