Jakarta, CNN Indonesia -- Mahasiswa doktoral Faculty of Electrical Engineering Mathematics and Computer Science dari Delft University of Technology, (Tu Delft), Dwi Hartanto, telah menjadi perbincangan hangat di Belanda dan Indonesia. Dwi diduga telah melanggar kode etik penelitian dan karya ilmiah dengan berbohong soal prestasinya sebagai seorang ilmuwan.
Sementara itu, terkait masalah ini KBRI Belanda di Den Haag menyatakan akan memberikan pendampingan pada Dwi Hartanto. Pendampingan yang dimaksud terkait status Dwi sebagai WNI dan pelajar. "Agar hak-hak akademisnya sebagai mahasiswa tetap diperhatikan oleh universitas," jelas Dubes Indonesia untuk Belanda, I Gusti Agung Wesaka Puja, kepada
CNNIndonesia.com.
Dwi Hartanto sebelumnya sempat disebut sebagai ‘The Next Habibie’ karena prestasinya di bidang kedirgantaraan dan antariksa. Namun, faktanya tidak demikian. Dalam dokumen klarifikasi sepanjang lima halaman, yang dimuat di situs ppidelft.net, Dwi mengatakan dirinya khilaf memberikan informasi yang tidak benar, baik melalui media massa maupun media sosial.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rutin mendataMuhammad Al Aula dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) AS mengatakan kalau pendataan terhadap mahasiswa asal Indonesia di Amerika Serikat bukanlah reaksi dari kasus kebohongan publik Dwi Hartanto. Sebab, pihaknya telah melakukan pendataan mahasiswa sejak dua tahun lalu.
Menurut Muhammad, pihaknya selalu melakukan pendataan mahasiswa dan ilmuwan asal Indonesia secara rutin dilakukan, khususnya setiap tahun ajaran baru saat mahasiswa baru tiba di AS.
“Salah satu tujuannya untuk memperkuat kolaborasi pemerintah dengan akademisi/ilmuwan yang bermaksud memberikan sumbangsihnya bagi masyarakat Indonesia di dalam negeri. Pendataan dimaksud sama sekali tidak terkait dengan isu hangat yang saat ini berkembang di Belanda,” terangnya saat dihubungi
CNNIndonesia.com, Senin (9/10) melalui pesan singkat.
Himbauan PPI Delft Sebelum surat pernyataan dari Dwi Hartanto ramai dibicarakan, Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Delft telah memberikan pernyataan sikap atas kasus ini dalam keterangan tertulisnya minggu lalu (4/10).
Terdapat empat poin yang disampaikan. Pertama, PPI mengutuk keras segala bentuk pembohongan publik apalagi di bidang akademik. Kedua, PPI masih akan menjunjung asas praduga tak bersalah hingga dugaan ini diverifikasi oleh pihak TU Delft dan/atau Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Belanda (KBRI Den Haag).
Ketiga, pihak PPI juga akan melakukan koordinasi dengan KBRI Den Haag dan perwakilan alumni untuk mediasi dengan yang bersangkutan. Pada poin yang terakhir, PPI menghimbau seluruh anggotanya untuk senantiasa menjunjung tinggi kode etik akademik demi menjaga integritas pribadi, lembaga, bangsa, dan negara.
(eks)