Jakarta, CNN Indonesia -- Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un menyediakan akses ketersediaan internet bagi warganya. Tentu bukan akses internet seperti yang diakses masyarakat di seluruh dunia melalui
World Wide Web, tetapi tak ubahnya sebuah jaringn intranet nasional yang dijaga super ketat oleh negara.
Intranet tertutup ini dibuat sangat rapat seperti laman yang mungkin hanya bisa diakses oleh perusahaan untuk para pegawainya. Akses terhadap kebebasan informasi luar memang sejak lama dilaknat oleh rezim otoriter Korut.
Bukan hanya dari sisi jaringan, pemerintah Korut juga membatasi kepemilikan perangkat dan ekosistem pendukung untuk mengakses informasi. Tak banyak pula dari mereka yang memiliki surel yang tak diketahui pemerintah. Meningat jika ketahuan melanggar aturan, hukumannya disebut bisa sangat berat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, Kim Jong Un melihat bahwa keterhubungan di seluruh pelosok negerinya sangat menarik. Teknologi informasi bisa menawarkan potensi keuntungan besar bagi negara, termasuk memudahkan kontrol sosial dan politik.
Perangkat dan ekosistem pendukung tertutup
Kim Jong Un memberikan komputer desktop bernama "Ullim". Seperti kebanyakan komputer Korea Utara, desktop-desktop di pusat penyebaran informasi di Kompleks Sci-Tech berjalan dengan sistem operasi "Red Star" yang dikembangkan oleh Korea Computer Center dari sistem Linux yang telah dimodifikasi.
Red Star 3.0 merupakan OS terbarunya memiliki
widget seperti mesin peramban, surel, pengaturan kalender dan zona waktu, bahkan "kPhoto". Versi yang lebih tua menampilkan antarmuka menyerupai Windows XP namun sekarang desainnya lebih menyerupai Mac.
Sayangnya, alamat IP dari komputer tersebut akan selalu dibentengi jaringan berdinding yang orang Korea Utara sebut "Kwangmyong". Artinya, kecerahan atau cahaya.
Sementara itu, peramban di dalamnya disebut "Naenara", yang berarti "negara saya". Browser ini sejatinya adalah versi modifikasi dari Firefox. Menurut salah satu pejabat di Pusat Riset yang mengerjakan proyek ini, sedikitnya 168 situs ada di Kwangmyong.
Situs-situs tersebut dimiliki jaringan instansi pemerintah, sekolah dan perpustakaan, serta perusahaan. Mereka semua dijalankan di dalam negeri, meskipun konten yang diabil telah melalui proses filter oleh pemerintah untuk memilah mana yang dapat diposkan oleh administrator, terutama peneliti.
Di sisi lain, masyarakat Korut sendiri percaya bahwa internet telah diracuni oleh "antek-antek Amerika". Pak Sung Jin, peneliti kimia asal Korut, mengatakan bahwa "internet seharusnya digunakan dengan damai" sehingga dia setuju hanya menggunakan internet melalui admin yang dipercaya pemerintah.
Kekuatan Korut di bidang digital Konsep intranet nasional Korea Utara dinilai unik dan ekstrem bahkan jika dibandingkan dengan negara-negara lain yang memiliki kewaspadaan tinggi terhadap keamanan nasional.
China dan Kuba, misalnya, terkenal memiliki kontrol ketat mengenai konten yang dapat diakses warganya. Tapi itu dilakukan terutama melalui penyensoran dan pemblokiran, bukan pemisahan seluruhnya seperti Korut.
Ditambah lagi, versi Red Star yang berhasil diteliti para ahli coding asing juga mengungkap beberapa hal yang agak menyeramkan. Namun, programmer dari negara komunis itu juga diakui mampu membangun fitur canggih yang tak kasat mata.
Setiap usaha untuk mengubah fungsi inti atau menonaktifkan hasil checker virus Red Star akan membuat komputer mengalami siklus reboot otomatis. File yang diunduh dari USB akan diberi watermark otomatis sehingga pihak berwenang dapat mengidentifikasi dan melacak aktivitas kriminal atau subversif.
Hal tersebut dilakukan diklaim sebagai tindakan pengamanan untuk menghindari penyebaran konten yang tidak sah dari Korea Selatan, China dan tempat lain.
Red Star juga menggunakan trace viewer yang mampu mengambil screenshot reguler dari apa yang sedang ditampilkan perangkat. Screenshot tidak dapat dihapus atau diakses oleh pengguna biasa namun tersedia untuk diperiksa oleh pejabat pemerintah.
Mengutip
ABCNews, di luar itu perlu diketahui bahwa Korut memiliki ‘solusi Pyongyang’ yang berisi sistem dua tingkat sehingga elit yang dipercaya dapat berselancar di internet dengan kebebasan relatif. Sedangkan, masyarakat dijaga di dalam intranet nasional yang tertutup dari dunia luar dengan pengawasan super ketat.
(evn)