Jakarta, CNN Indonesia -- Perwakilan Aliando dan beberapa komunitas supir taksi
online lain yang berdemonstrasi di depan Istana Merdeka ditemui oleh perwakilan istana.
"Lima orang perwakilan dari Aliando yang bertemu dengan Moeldoko dan telekonferensi dengan Pak Jokowi yang sekarang lagi di Ambon," jelas Koordinator Aliando, Agung VJ, saat ditemui dilokasi, Rabu (14/2).
Sebelumnya, lebih dari ratusan orang yang berdatangan dari Jabodetabek, Jawa Barat, Surabaya hingga Medan. Mereka berdemonstrasi menolak aturan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No. 108/2017.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alasannya, aturan tersebut dirasa tak berpihak pada supir taksi
online. Saat demonstrasi berlangsung, jalan Veteran dan sekitaran Monas ditutup sementara.
Aturan merugikanPengemudi taksi
online asal Jogjakarta, Nunug, mengatakan peraturan tersebut membuat supir taksi merasa terjepit. Pasalnya, mereka harus melakukan uji KIR yang membuat asuransi hangus dan harga jual kembali mobil turun.
"Kalau sudah uji KIR, asuransi sudah nggak mau tanggung kita lagi bak. Sudah
gitu nanti kalau ada apa-apa di jalan bagaimana? Padahal masuk aplikasi itu juga harus punya asuransi. Selain itu, mobil juga kalau dijual lagi jadi murah," ujarnya saat berbincang dengan
CNNIndonesia.com di depan Istana Merdeka.
Supir yang tergabung dengan komunitas Fake Taxi Bandung, Asep, juga mengatakan bahwa PM tersebut memberatkan karena aturan stiker. Tanpa dipasangkan stiker saja, menurutnya, hal itu sudah membahayakan nasib pengemudi.
"Kalau kita pas enggak narik mobil kita dipasang stiker, gimana kalau kami dipalak orang di jalan. Tanpa stiker saja kami belum tentu akan," tambahnya.
Nunug sepakat bahwa hidup antara taksi konvensional dan
online masih belum bisa berdampingan terutama di daerah.
"Kalau di Jakarta malah saya lihat taksi konvensional diberi porsi lebih besar untuk dapat
order. Kami yang mobil pribadi begini enggak ramai lagi, mungkin biar kami pada masuk perusahaan taksi konvensional biar dapat
order," tambah Asep.
Masalah KuotaMasalah kuota juga dirasa berat oleh Asep yang menjadi Wakil Koordinator aksi Fake Taxi Bandung. Menurut dia, kuota yang disediakan Pemkot Bandung terlalu kecil sehingga akan terjadi suspensi besar-besaran oleh aplikator.
Asep tak percaya bahwa
dashboard yang disediakan aplikator untuk Kominfo akan mampu mengatur jumlah kendaraan
online di wilayahnya agar sesuai dengan jumlah supir.
Peraturan batas atas dan bawah juga dirasa memberatkan oleh Nunug. Menurut dia, aturan itu tidak pro rakyat karena selama ini angkutan
online dipilih karena kenyamanan dan keterjangkauannya.
Meski mengakui bahwa batas harga itu bisa melindungi konsumen dan supir sendiri, Nunug menilai bahwa butir aturan itu harusnya tak kembali muncul di PM 108/2017. Sebab sebelumnya, MA telah menolak aturan tersebut.
(eks/asa)