Jakarta, CNN Indonesia -- Hasil survei yang dilakukan Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia menunjukkan layanan Go-Jek meningkatkan kualitas hidup konsumen.
Survei tersebut menunjukkan Go-Ride menjadi moda transportasi pilihan yakni 85 persen. Sekitar 63 persen menggunakannya untuk pulang dan pergi kerja atau kuliah atau sekolah.
Survei itu juga menunjukkan 99 persen konsumen merasa puas menggunakan Go-Jek. Namun, bertolak belakang dengan hasil survei.
Siang tadi, Go-Jek menjadi salah satu
trending topic yang meramaikan lini masa media sosial Twitter. Pasalnya, sebagian
netizen mengalami masalah dengan layanan Go-Jek mereka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sehingga para
netizen mengirimkan pesan kepada admin @gojekindonesia. Ada
netizen yang masih terkena tipuan menang undian dari gojek.
Dalam akunnya, dia menuliskan mendapat iming-iming hadiah sebesar Rp2 juta.
Sebagian
netizen pun mengeluhkan pengisian pulsa dan paket data.
[Gambas:Twitter]Dan rangkaian keluhan lainnya dari mulai meributkan kesejahteraan
driver hingga pengiriman barang menggunakan Go-Send yang tidak sampai. Padahal dalam survei, Go-Send menjadi pilihan utama bagi konsumen untuk layanan pengiriman barang.
Lebih lanjut dari survei, 89 persen pengguna memilih memberikan bintang lima kepada mitra Go-Jek. Sementara, 50 persen pengguna memilih memberikan bintang empat kepada mitra Go-Jek.
Pengamat sangsikan hasil surveiMenanggapi hasil survei Gojek tersebut, pengamat transportasi dari Universitas Unika Soegijapranata Djoko Setijowarno menyebut bahwa ia menyangsikan validitas hasil survei tersebut.
Ia menilai hasil kajian tersebut merupakan pesanan aplikator dan hanya mempertimbangkan masalah ini dari satu sisi belaka.
"Karena kajian yang bayar aplikator, jadi tidak mungkin
kasih data buruk," tulisnya saat dihubungi
CNNIndonesia.com, Jumat (23/3).
"Apa artinya, nilai ekonomi dari sisi pendapatan saja? Tidak melihat nilai ekonomi dari kemacetan, kesemrawutan, penggunaan energi, polusi udara, kecelakaan, (itu) belum dihitung," tambah dia lagi.
Padahal, menurut Djoko, angka-angka kajian terkait nilai ekonomi dari kemacetan, kesemrawutan, penggunaan energi, polusi udara, kecelakaan sudah pernah dikaji oleh BPTJ (Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek).
(age/asa)