Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Kota Balikpapan menetapkan status darurat bencana kasus pencemaran minyak di Teluk Balikpapan pada Senin (2/4). Hal itu diduga bersumber dari tumpahan minyak di perairan Balikpapan, Kaltim pada Sabtu (31/3).
Tumpahan minyak dinilai menimbulkan potensi bahaya yang besar bagi penangkapan ikan dan perikanan laut dalam dan pesisir. Perusahaan perikanan komersial dapat terpengaruh karena peristiwa itu.
Salah satu efek langsung dari limbah minyak adalah kematian massal spesies yang terkontaminasi seperti ikan hingga air laut yang tercemar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti dilansir
Sciencing, disebutkan jika seekor ikan mengkonsumsi sedikit minyak, maka dapat bertahan hidup. Tetapi, ikan tersebut dapat meneruskan dampak itu ke binatang lainnya sehingga menyebabkan kematian.
Dampak lainnya juga terjadi pada burung dan reptil yang terkena minyak licin serta merasakan efek samping secara langsung. Mereka akan menghasilkan telur dengan kulit yang lebih tipis. Reproduksi hewan laut pun terganggu.
Hewan yang memiliki bulu juga akan kehilangan bulunya karena limbah minyak. Akhirnya, hewan-hewan tersebut akan mengalami hipotermia dan mati. Selain itu, ganggang dan rumput laut menjadi tercemar.
 Tumpahan minyak di Balikpapan. (Foto: ANTARA FOTO/Sheravim) |
Dampak pada manusiaLimbah minyak juga menyerang dan mencemari daerah-daerah pesisir dan mempengaruhi kegiatan manusia. Limbah itu dapat memiliki dampak menghancurkan ekonomi dan masyarakat setempat dalam jangka panjang.
Kegiatan ekonomi itu salah satunya adalah wisata dan perumahan.
Seperti dilansir
Waterencyclopedia, nilai properti untuk perumahan cenderung menurun demikian pula aktivitas bisnis regional. Tak hanya itu, namun juga berpengaruh pada investasi masa depan.
Salah satu dampak jangka panjang minyak tumpah pada manusia terjadi di dekat Exxon Valdez di Prince William Sound di Alaska pada tahun 1989. Kehancuran banyak ekosistem memaksa suku-suku setempat bergantung pada bantuan pemerintah untuk melanjutkan kehidupan mereka.
Berbagai kehidupan laut yang hancur membuat budaya mereka tidak dapat terus berkembang. Penduduk setempat menjadi masyarakat dengan ekonomi yang sangat miskin.
Menurut National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), Prince William Sound masih punya sekitar 26 ribu galon minyak mentah di pasir dan tanah pada 2009.
Sementara itu, sekitar 706 juta galon limbah minyak masuk ke laut setiap tahun, dengan lebih dari setengahnya berasal dari drainase lahan dan pembuangan limbah.
Pengeboran lepas pantai dan operasi produksi dan tumpahan atau kebocoran dari kapal atau tanker biasanya berkontribusi kurang dari 8 persen dari total. Sisanya berasal dari pemeliharaan rutin kapal (hampir 20 persen), partikel hidrokarbon dari polusi udara darat (sekitar 13 persen), dan rembesan alami dari dasar laut (lebih dari 8 persen).
(asa)