Teknologi Pengenal Wajah Selamatkan Primata dari Kepunahan

Ervina Anggraini | CNN Indonesia
Selasa, 29 Mei 2018 08:35 WIB
Peneliti dari Michigan State University mengembangkan peranti lunak yang bisa memindai wajah primata agar terhindar dari kepunahan.
Ilustrasi. (Foto: Pixabay/gerritbril)
Jakarta, CNN Indonesia -- Peneliti mengungkap penggunaan teknologi pengenal wajah yang tak sekedar bisa dipakai untuk manusia pada ponsel pintar.

Sekelompok peneliti asal Michigan State University (MSU) mengembangkan program pengenal wajah untuk menyelamatkan sejumlah jenis primata dari kepunahan.

Tim peneliti mengklaim ada lebih dari 60 persen primata yang berada di ambang kepunahan. Peranti lunak yang dinamakan PrimNet disebut mampu mengurangi kelemahan yang selama ini ada pada alat monitoring.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebelum mulai menggunakan peranti lunak ini, peneliti memulainya dengan mengumpulkan foto tiga spesies primata yakni monyet mas, lemur, dan simpanse. Tim peneliti juga mengabadikan ribuan foto hewan di alam liar.

Tahap selanjutnya para peneliti menggunakan kumpulan data yang diperoleh untuk mempelajari sistem jaringan saraf agar bisa mengenali hewan-hewan tersebut.

Seluruh foto yang diabdaikan kemudian dimasukkan ke dalam aplikasi PrimID. Sistem PrimNet kemudian akan mencocokkan hasil foto dan sistem jaringan saraf yang telah dipelajari.

Tim peneliti mengklaim tingkat akurasi kecocokan mencapai 90 persen. Namun, jika tidak ada temuan hasil yang sesuai maka sistem akan otomatis mengerucutkan hasil pencarian dengan yang paling relevan.

"Kami berencana memperbesar data primata, mengembangkan sistem untuk mendeteksi struktur wajah dan membagikan hasilnya melalui situs yang bisa diakses oleh siapa pun," tulis Anil Jain, penulis senior dalam riset ini dalam situs resmi MSU.

Kemunculan teknologi ini dianggap lebih efisien ketimbang program konservasi melalui pelabelan hewan dan menggunakan alat monitoring. Tim peneliti mengklaim pendekatan baru ini bisa menghemat biaya.

Alat monitoring satwa yang mendiami hutan dibanderol mulai dari US$400 hingga US$4.000. Selain harganya yang mahal, alat monitoring juga berpotensi membahayakan mulai dari memicu stres, luka fisik, hingga berpotensi memicu kematian. (evn)
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER