Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah perusahaan pembiayaan tidak reaktif terhadap kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,5 persen dari 5,25 persen. Cicilan kredit kendaraan roda empat masih bisa ditahan setidaknya sampai bulan depan.
Direktur Penjualan dan Pemasaran Mandiri Tunas Finance (MTF) Harjanto Tjitohardjojo mengatakan yang berpotensi menaikkan cicilan kredit mobil adalah nilai tukar tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
Hari ini, rupiah berada di level Rp14.608 per dolar AS. Kalau pun ada kenaikan cicilan kredit mobil imbas dari merosotnya mata uang rupiah, Harjanto memastikan tidak terlalu besar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi akhir Agustus kami akan buat evaluasi untuk paket baru. Apakah September naikkan cicilan kredit atau bagaimana. Tapi (kalau naik) pasti tipis
kok. Lihat kompetitor juga," kata Harjanto kepada
CNNIndonesia.com, Kamis (16/8).
Dijelaskan Harjanto, kenaikannya pun tak terlalu besar bagi nasabah. Kendati demikian kondisi ini harus diantisipasi untuk menghindari kredit macet atau
non performing loan (NPL). Adapun rasio NPL dari MTF adalah sebesar 0,8 persen untuk tahun ini, atau turun dari 2017 yang sebesar 1,2 persen.
Sementara itu, Adira Finance juga masih mengantisipasi pergerakan suku bunga acuan menjadi 5,5 persen. Adira Finance sendiri telah menaikkan harga paket kredit sebanyak satu kali di semester I, imbas dari kenaikan suku bunga acuan sebelumnya.
"Kemarin kami sudah menaikkan suku bunga walau sedikit. Jadi kalau naik lagi bisa membuat tidak kompetitif. Jadi lihat situasi dulu,
market seperti apa, komperitor seperti apa dan biaya
funding berapa," ujar Direktur Penjualan dan Distribusi Adira Finance Niko Kurniawan.
Dikatakan Niko bahwa pihaknya juga belum memutuskan untuk menaikkan cicilan kredit mobil pasca kembali naik suku bunga acuan BI sebesar 25 basis poin. Sebab ia mengungkapkan bahwa dampaknya belum begitu terasa.
Niko menegaskan kenaikan suku bunga rupiah bisa diantisipasi dengan melakukan penyesuaian di pihak perusahaan.
Pertama, adalah melakukan efisiensi secara internal melalui penghematan biaya yang masih dapat ditunda seperti perjalanan ke daerah, promosi dan lainnya. Kedua menaikkan
lending rate atau suku bunga pinjaman. Namun poin kedua tentu ada konsekuensinya, yaitu membebani konsumen.
"Pilihannya belum diputuskan, lihat situasi dulu nanti. Tapi yang pasti efisiensi internal kami jalankan karena yang kami bisa kendalikan itu internal perusahaan," tutup Niko.
(mik)