Jakarta, CNN Indonesia -- Sepanjang 2018, Menkominfo Rudiantara merencanakan sejumlah regulasi yang bertujuan mengatur jalannya industri telekomunikasi agar lebih baik.
Hanya saja, dari serangkaian rencana regulasi yang akan diterbitkan ada sebagaian yang menemukan halang rintang hingga jalan buntu. Bahkan ada pula regulasi yang berhasil terbit dan diimplementasikan secara luas, serta masih ada yang tersisa berupa pembicaraan dalam betuk draft awal regulasi.
CNNIndonesia.com merangkum kegaduhan regulasi industri telekomunikasi sepanjang 2018.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
InterkoneksiRegulasi interkoneksi yang sudah ramai dibicarakan sedari 2015 tampaknya menemukan jalan buntu pada 2018. Pada Oktober lalu, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara memastikan implementasi tarif interkoneksi yang pernah diwacanakan kemungkinan tidak akan terealisasi.
Rudiantara berkilah pengguna seluler yang sudah meninggalkan layanan telepon dan pesan singkat jadi alasannya.
Pengguna seluler, menurutnya saat ini sudah beralih menggunakan internet untuk sambungan telepon gratis dan bertukar pesan. Oleh karena itu, ia mengatakan di sisa satu tahun terakhir kepemimpinannya akan lebih fokus meningkatkan kualitas layanan internet.
"Kalau mau ya dari dulu dilakukan signifikan dan strategis. Semua sudah pakai data yang telepon pakai Whatsapp. Lebih baik bagaimana secara kualitas datanya bagus," kata Rudiantara saat dijumpai di kantor Kominfo, Jakarta Pusat, Kamis (25/10).
 Ilustrasi BTS. (Foto: Dok. Istimewa) |
Internet of Things Tak dipungkiri saat ini dunia mulai memasuki era
Internet of Things (IoT) di mana segala perangkat akan tersambung lewat koneksi internet.
Tak terkecuali Indonesia. Operator seluler juga mengklaim sudah siap untuk menyongsong era IoT ini. Kendati demikian, regulasi yang mengatur IoT ini ternyata belum kunjung disahkan.
Salah satu regulasi yang ditunggu oleh pihak Industri adalah frekuensi untuk perangkat Low Power Wide Area di frekuensi tak berizin di frekuensi 919-925 MHz.
Pada Agustus lalu, Direktur Standardisasi Perangkat Pos dan Informatika, Mochamad Hadiyana berharap regulasi akan disahkan akhir tahun ini.
"Saya sampaikan bahwa regulasi berupa persyaratan teknis LPWA akan selesai secepatnya. Insya Allah akhir tahun ini," kata Hadiyana di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (28/8).
Hadiyana mengaku draft regulasi sudah dikirimkan ke Bagian Hukum Kominfo. Kemudian nantinya Biro Humas akan mempublikasikan ke situs Kemkominfo. Ia berharap nantinya para pemangku kepentingan bisa memberikan masukkan kepada draft itu. Namun, saat ini belum ada pertanda regulasi akan terbit.
UU Data PribadiRegulasi mendesak lain bagi Rudiantara adalah RUU Penyiaran Data Pribadi. Hambatan pada kasus ini adalah proses harmonisasi yang cukup memakan waktu.
Ia mengaku kementeriannya sudah proaktif menyusun. Namun karena masalah harmonisasi tadi, sampai sekarang aturan tersebut belum juga masuk ke meja parlemen.
Harmonisasi dimaksud terkait dengan penyelarasan Undang-undang Data Pribadi yang telah disusun dengan undang-undang lain yang sudah ada. Penyelarasan undang-undang yang dilakukan oleh Kementerian Hukum dan HAM ini diperlukan agar aturan baru ini tak tumpang tindih dengan aturan lainnya.
"Saya sampaikan, ini loh, Kominfo memproses dari 2016, harmonisasi 2017. Dari 2017 sudah mengirim surat kepada Menkumham," tambahnya.
RUU Perlindungan Data Pribadi menjadi makin dibutuhkan ketika kebocoran data Facebook dalam skandal Cambridge Analytica terkuak ke publik.
Registrasi Kartu SIM PrabayarRegistrasi ulang nomor seluler prabayar jadi agenda besar Kementerian Komunikasi dan Informatika sejak 31 Oktober 2017. Dan akhirnya proses pendaftaran ulang berakhir pada 30 April 2018 lalu.
Pada praktiknya, registrasi ulang prabayar menyisakan beberapa persoalan. Mulai dari keamanan sistem Direktorat Kependudukan dan Catatan Sipil (Ditdukcapil) yang meragukan, SMS sampah yang masih berseliweran, hingga dasar hukum yang dijadikan acuan belum begitu kuat.
Pemaparan Rudiantara pada pertengahan Maret lalu di hadapan Komisi I DPR RI menunjukkan ada beda pencatatan di operator seluler dan Dukcapil soal jumlah nomor yang sudah melakukan registrasi ulang. Saat itu perhitungan dari semua operator menampilkan angka 304,8 juta nomor, sementara di Dukcapil ada 350,7 juta nomor.
 Ilustrasi kartu SIM prabayar. (Foto: CNN Indonesia/Safir Makki) |
Rudiantara berargumen disparitas itu berasal dari kesalahan teknis belaka.
Permasalahan terakhir yang teranyar adalah alur komunikasi yang kurang sinkron dari Kemenkominfo sendiri. Hal ini terlihat betul pada saat batas waktu registrasi ulang 30 April lalu.
Empat hari sebelum tenggat waktu, Dirjen Penyelenggara Pos dan Informatika Ahmad Ramli mengumumkan nomor prabayar masih bisa diregistrasi ulang setelah 30 April meskipun semua layanannya sudah dilumpuhkan.
Namun pada 30 April, Rudiantara dan Ramli menyatakan semua nomor yang belum diregistrasi ulang setelah batas waktu akan mati total termasuk akses ke layanan registrasi ulang.
Terakhir dan tak kalah penting yang masih kurang dari registrasi ulang ini adalah masih muncul SMS spam yang berseliweran menawarkan promosi bodong hingga saat ini.
Sengkarut Bolt dan First MediaPada awal November, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengumumkan tiga perusahaan telekomunikasi yang menunggak kewajiban pembayaran biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi radio 2,3 GHz. Total tunggakan ketiga perusahaan ini sebesar Rp710,6 miliar.
Perusahaan pertama adalah PT First Media yang belum membayar BHP sejak 2016. First media menunggak kewajiban pembayaran sebesar Rp364,8 miliar.
First Media adalah anak perusahaan Lippo Group yang menyediakan jasa layanan internet pita lebar, televisi kabel, dan komunikasi data.
Frekuensi radio yang digunakan mencakup Sumatera Utara, Jabodetabek dan Perusahaan kedua PT Internux yang menunggak kewajiban pembayaran sebesar Rp343,5 miliar.
Internux adalah pemilik layanan internet dan modem Bolt. Frekuensi radio yang digunakan mencakup Jabodetabek dan Banten.
Perusahaan ketiga adalah PT Jasnita Telekomindo. Perusahaan penyedia layanan internet ini menunggak pembayaran sebesar Rp2,1 miliar. Frekuensi radio yang digunakan mencakup Jabodetabek dan Banten.