Jakarta, CNN Indonesia --
Vietnam menuai kritik dari seluruh dunia karena negara itu baru memberlakukan hukum yang memaksa penyedia layanan internet seperti
Facebook dan
Google untuk memberikan akses pada data pengguna ketika diminta pemerintah.
Pemerintah Vietnam juga mengharuskan perusahaan internet untuk menghilangkan konten yang dikategorikan "beracun". Para kritikus menganggap kebijakan ini sebagai "model kontrol informasi totaliter".
Hukum keamanan siber terbaru Vietnam itu dikritik tajam oleh Amerika, Uni Eropa dan advokat kebebasan internet lainnya. Mereka menyebut bahwa kebijakan ini tak ubahnya seperti represi sensor internet di China.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya itu, kelompok-kelompok hak asasi manusia mengatakan peraturan yang mulai berlaku 1 Januari itu adalah metode terbaru pemerintah untuk membungkam kebebasan berpendapat masyarakat.
"Hadiah tahun baru pemerintah kepada warganya adalah ketakutan yang semakin besar tentang apa yang dapat mereka katakan secara online, dan ketidakpastian tentang masalah dan pernyataan apa yang akan memicu penangkapan dan penuntutan," ujar Phil Robertson, wakil direktur Human Rights Watch Asia, kepada
The Guardian pada Rabu (2/1).
Pemerintah Vietnam telah mengetatkan peraturan terhadap kritik sejak 2016. Sudah puluhan orang dipenjara dan dicap sebagai pembangkang.
"Undang-undang ini dirancang demi pengawasan lebih lanjut oleh Kementerian Keamanan Publik untuk menemukan kritik, dan untuk memperdalam monopoli Partai Komunis dalam kekuasaan," lanjutnya.
Kementerian Keamanan Publik (MPS) Vietnam mengatakan pihaknya akan menangani "pasukan yang bermusuhan dan reaksioner".
Perusahaan raksasa teknologi seperti Facebook dan Google juga harus menyerahkan data pengguna jika diminta oleh pemerintah. Perusahaan juga diharuskan membuka kantor perwakilan di Vietnam.
Hanoi mengklaim Google telah melakukan langkah-langkah untuk membuka kantor di negara itu, meskipun Google sendiri belum mengkonfirmasi hal ini. Sementara itu, Facebook mengatakan akan melindungi hak dan keamanan pengguna.
"Kami akan menghapus konten yang melanggar standar (Facebook) ketika kami menyadarinya," kata Facebook dalam pernyataan mengenai peraturan ini seperti dilansir dari
Strait Times pada Rabu (2/1).
Sebelumnya, MPS di negara komunis itu menerbitkan rancangan dekrit tentang bagaimana undang-undang tersebut dapat diterapkan pada November. Mereka kemudian memberikan perusahaan yang menawarkan layanan internet di Vietnam waktu selama 12 bulan untuk patuh terhadap peraturan tersebut.
Menyebarkan informasi yang dianggap anti-pemerintah atau anti-negara online sekarang ilegal di negara ini. Penyebarnya akan mendapatkan hukuman seperti halnya ketika mereka menggunakan internet untuk "mengepoiskan informasi palsu yang dapat menyebabkan kebingungan dan kerusakan pada kegiatan sosial-ekonomi".
Pekan lalu, Asosiasi Jurnalis Vietnam menerbitkan kode etik yang melarang wartawan memposting informasi yang dapat "melawan" negara di media sosial. Daniel Bastard dari Reporters Without Borders-lah yang menyebut langkah-langkah ini "sebagai model totaliter kontrol informasi".
Langkah ini dianggap menyulitkan langkah Vietnam yang ingin membangun reputasi sebagai pusat teknologi keuangan di Asia Tenggara. Para kritikus memperingatkan undang-undang internet ini akan membuat para startup berpikir dua kali untuk pindah ke negara itu.
(kst/eks)