Jakarta, CNN Indonesia -- Habitat
orangutan di hutan Batang Toru, Medan terancam proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (
PLTA).
Ketua Yayasan Orangutan Sumatera Lestari, Nurhadi Siswoyo mengatakan jika lokasi pembangunan proyek berada tepat di kantong populasi terpadat orangutan.
"Pembangunan proyek berada di dataran rendah bisa mengubah ekosistem, padahal area itu menjadi tempat favorit orangutan," ucap Nurhadi kepada
CNNIndonesia.com lewat sambungan telepon, Senin (4/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati bisa bermigrasi dan beradaptasi ke dataran tinggi, Nurhadi mengatakan kondisinya berbeda dari sisi asupan nutrisi tidak sama dengan dataran rendah.
Padahal, ada 800 ekor orangutan yang menempati hutan Batang Toru. Salah satunya adalah spesies langka Pongo tapanuliensis yang sempat ditemukan pada November silam.
Nurhadi menjelaskan jika populasi orangutan tersebar dalam tiga blok yakni barat, timur dan sibual buali.
"Proyek pembangunan terjadi di blok barat yang merupakan kantong populasi terbesar habitat orangutan. Sementara populasi di sibual buali hanya sebesar 80an ekor," imbuhnya.
Nurhadi lebih lanjut menerangkan jika pihaknya berupaya menggabungkan populasi orangutan di blok barat dan sibual buali, namun pihaknya menemukan kendala seiring dengan persiapan pembangunan proyek.
"Usaha untuk menyatukan orangutan di kedua blok sudah dilakukan, tapi tak bisa dipungkiri jika pembangunan PLTA akan memengrauhi kondisi karena aliran air ditutup selama 18 jam yang memengaruhi kehidupan mereka," ucapnya.
Senentara itu, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Sumatera Utara pada Senin (4/3) memutuskan bahwa Surat Keputusan Gubernur tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) PLTA Batang Toru telah sesuai ketentuan yang berlaku.
VP communication social affairs PT North Sumatera Hydro Energy (NHSE) Firman Taufick mengatakan jika
PLTA yang berkapasitas 510 MW ini telah memenuhi semua ketentuan dan peraturan yang berlaku termasuk untuk AMDAL.
”Selain memenuhi AMDAL, PLTA Batang Toru telah melaksanakan kajian Environmental and Social Impact Assessment (ESIA) yang menjadikannya pertama di Indonesia yang melaksanakan Equatorial Principle,” ujar Firman dalam keterangan resmi yang diterima CNNIndonesia.com.
”PLTA Batang Toru telah memiliki juga kajian-kajian gempa yang dipersyaratkan seperti geologi dan geofisika, termasuk Seismic Hazard Assessmentdan Seismic Hazard Analysis.” (evn)