Jakarta, CNN Indonesia -- CEO BOS Foundation Jamartin Sihite menuturkan
orangutan memiliki potensi tinggi tertular Covid-19 akibat infeksi
virus corona, mengingat 97 persen DNA-nya mirip dengan manusia.
Oleh karena itu, Borneo Orangutan Survival (BOS) Foundation menutup akses seluruh pusat rehabilitasi orangutan bagi umum akibat pandemi Covid-19, di antaranya di Samboja Lestari, Kalimantan Timur dan Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah. Kebijakan ini dilakukan sejak tiga pekan lalu agar orangutan tidak tertular dengan Covid-19.
"Kenapa kami tutup? untuk memastikan orangutan, yang memiliki kesamaan DNA dengan manusia sebesar 97 persen, tidak terpapar Covid-19 dari orang yang kena virus," ujar Jamartin kepada
CNNIndonesia.com, Selasa (7/4).
Jamartin mengaku virus hanya bisa menular jika ada kecocokan inang. Sedangkan berkembang ke makhluk hidup lain, dia berkata bisa terjadi jika bermutasi. Karena tidak berasumsi, dia mengaku pihaknya memilih untuk mengambil langkah pencegahan dengan menutup akses bagi umum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jamartin menuturkan kegiatan rehabilitasi orangutan tetap berjalan seperti biasa meski akses umum ke pusat rehabilitasi ditutup hingga batas yang tidak ditentukan. Namun, dia mengaku pihaknya meningkatkan standar operasional prosedur dalam merehabilitasi orangutan.
Tetap adanya kontak antara manusia dengan orangutan, kata dia, mengingat kebutuhan pakan dan perawatan sehari-hari masih membutuhkan bantuan manusia.
"Kini fokus kami adalah menjaga tim medis, babysitter, dan teknisi yang terus bekerja dekat dengan orangutan agar selalu sehat dan bekerja dalam lingkungan yang aman," ujarnya.
Lebih lanjut, Jamartin mengaku kondisi pekerja dan orangutan di seluruh pusat rehabilitasi yang dikelola pihaknya dalam kondisi sehat. Sebab, dia berkata para dokter hewan, babysitter, dan teknisi terus bekerja untuk memastikan orangutan di pusat rehabilitasi tetap sehat dan aman.
"Dedikasi dan upaya mereka berperan besar dalam pelestarian spesies yang sangat terancam punah ini. Mereka berusaha sebaik mungkin untuk menjaga kesehatan dan mengikuti prosedur keamanan yang berlaku untuk melindungi baik orangutan dalam perawatan, maupun keluarga tercinta yang menanti di rumah," ujar Jamartin.
Di sisi lain, jamartin menyampaikan orangutan di pusat rehabilitasi tetap menjalani kegiatan seperti biasa, yakni mengikuti tahapan rehabilitasi di Sekolah Hutan sejak pagi hingga sore hari. Jadwal pemberian pakan di pusat rehabilitasi maupun di pulau pra-pelepasliaran juga masih dilakukan dua kali sehari, yakni pagi dan sore.
"Pembersihan kandang orangutan juga tetap sama, di pagi dan sore hari setiap hari. Kami masih melakukan penyemprotan desinfektan tiga kali seminggu untuk memastikan kondisi pusat rehabilitasi tetap bersih dan sehat," ujarnya.
Jamartin menambahkan pihaknya meminta semua pihak tidak melupakan penderitaan dan kampanye pelestarian orangutan di tengah pandemi Covid-19. Sebab, dia mengaku berbagai perlengkapan yang biasa digunakan untuk merawat orangutan, seperti masker, sarung tangan, hand sanitizer, hingga disinfektan mengalami kenaikan yang sangat fantastis.
"Persediaan barang-barang tersebut di pasar semakin menurun dan harga melonjak naik. Sarung tangan yang biasa kami gunakan sehari-hari kini harganya meningkat 167 persen dan ketika kami membeli masker bedah untuk para dokter hewan, kami membayar dengan harga yang naik 762 persen," ujar Jamartin.
Lebih dari itu, Jamartin kembali berharap adanya kepedulian masyarakat untuk menjaga satwa yang terancam punah. Jika diabaikan, dia mengatakan primata seperti orangutan akan mati karena terinfeksi Covid-19.
"Nanti kalau orangutan hilang karena kita tidak bahu membahu menjaganya maka nanti yang punya orangutan bukan Indonesia lagi," ujarnya.
(jps/eks)
[Gambas:Video CNN]