Jakarta, CNN Indonesia -- Sebagian besar ahli sepakat
dentuman misterius yang didengar warga
Jabodetabek dan sebagian warga di wilayah Jawa Barat bukan akibat
erupsi Gunung Anak Krakatau.
Hal ini diungkap Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi ESDM, hingga BMKG yang meneliti gempa tektonik akibat aktivitas gunung berapi.
Berbagai spekulasi pun lantas dikemukakan soal sumber suara dentuman berulang pada Sabtu (11/4) dini hari itu. Mulai dari kegiatan magma sekitar gunung Jabodetabek, petir, hingga kemungkinan bunyi meteor yang jatuh.
Namun, hingga saat ini para peneliti pun masih belum menemukan jawaban pasti penyebab bunyi gemuruh tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Suara dentuman yang
beberapa kali terdengar oleh warga pada Sabtu pagi dini hari 11 April 2020 masih menyimpan misteri. Hingga saat ini belum ada satupun pihak yang dapat mengungkap penyebab sumber bunyi dentuman tersebut disertai bukti-bukti ilmiahnya," tulis Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Daryono dalam keterangan tertulis, Selasa (14/4).
Suara dentuman dan gemuruh yang terjadi beberapa kali
memang sempat menghebohkan warga di Jakarta dan Jawa Barat, pada Sabtu sekitar pukul 02.00 WIB.
Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api PVMBG Hendra Gunawan menjelaskan suara dentuman tidak disebabkan oleh aktivitas magma Gunung Anak Krakatau. Menurutnya, dentuman pada kasus erupsi biasanya terjadi jika dapur magma ambruk.
Hal ini biasa terjadi pada erupsi tipe plinian. Sementara erupsi Anak Krakatau kemarin adalah tipe Strombolian yang bertekanan rendah. Sehingga, berdasarkan tipe letusan, erupsi Gunung Anak Krakatau pada Jumat (10/4) malam tidak menghasilkan dentuman.
"Betul berdasarkan info dari Pos dan analisis teoritis [erupsi Anak Krakatau kecil]. Gelombang udara yang dihasilkan oleh ledakan strombolian tidak akan memiliki daya besar karena tekanan terlalu rendah," kata Hendra saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (13/4).
Lantaran berupa letusan lemah, maka lontaran abu pada letusan ini pun rendah. Hendra mengatakan tinggi kolom letusan Anak Krakatau dilaporkan dari Pos Pengamatan Gunung Api, Pasauran Banten kurang lebih hanya 500 meter. Hal ini berbeda dengan erupsi tipe Plinian yang kuat.
"Yang tipe Plinian dengan lontaran abu dari lubang kawah sampai 60-an kilometer ke angkasa, kalau itu lazim ada dentuman," ujar Hendra.
Dentuman Sabtu dini hari itu, menurut Daryono berbeda dengan dentuman misterius 2 tahun silam pada akhir Desember 2018. Dentuman yang kala itu terdengar oleh warga Jawa Barat dan Sumatera Selatan terbukti berkaitan dengan aktivitas Gunung Anak Krakatau (GAK) yang sedang erupsi.
"Kini suara dentuman misterius itu muncul lagi di saat GAK juga sedang erupsi," ucapnya.
1. Bukan dari erupsi Anak Krakatau Erupsi Anak Krakatau (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan) |
Dihubungi terpisah, hal serupa juga diungkap Kepala Bidang Mitigasi PVMBG Wilayah Timur, Devy Kamil Syahbana. Ia menjelaskan ambruknya dapur magma itu biasanya terjadi untuk erupsi-erupsi dengan skala besar. Devy mengatakan erupsi yang terjadi di Anak Krakatau berskala kecil.
"Lalu ke suara dentuman, perlu diketahui bahwa suara dentuman adalah fenomena yang umum saat terjadi erupsi gunung api. Tidak semua erupsi menghasilkan dentuman, tergantung mekanisme dan faktor akustik. Dentuman sendiri tidak merefleksikan besar kecilnya erupsi," kata Devy.
Devy mengatakan Gunung Anak Krakatau sempat mengeluarkan suara dentuman pada 2018 lalu. Pos Pengamatan Gunung Api Anak Krakatau di Pasauran, Banten saat itu juga melaporkan bahwa erupsinya menghasilkan suara dentuman. Saat itu, bukan hanya suara dentuman namun jendela pos sampai bergetar.
"Laporan itu juga ditulis dan dapat diakses oleh publik lewat aplikasi Magma Indonesia. Intinya, kalau ada dentuman dan terdengar, pasti dilaporkan oleh petugas pos. Nah, kondisi real kemarin ini, petugas Pos yang piket 24 jam di Pos Pasauran Banten dan juga di Pos Kalianda Lampung itu tidak mendengar dentuman," tutur Devy.
Lebih lanjut, dentuman hanya terdengar bagi warga Jakarta dan Jawa Barat, namun warga yang lokasinya lebih dekat dengan Gunung Anak Krakatau seperti Banten, Carita, Lampung, dan sekitarnya belum memberikan laporan jika mereka mendengar suara dentuman tersebut.
Senada, Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan tak dapat mengorelasikan erupsi Gunung Anak Krakatau dengan suara dentuman dan gemuruh yang terdengar di wilayah Jakarta hingga Jawa Barat.
Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Rudy Suhendar mengakui Gunung Anak Krakatau memang terjadi erupsi pada 22.35 WIB, Jumat (10/4). Akan tetapi, tidak terdengar dentuman maupun suara gemuruh di Pos Pemantauan Gunung Api di Pasauran, Carita.
[Gambas:Video CNN]"Terkait dentuman yang terdengar di Jakarta tadi malam, sejak awal letusan sampai sekarang di pos pengamatan gunung api Pasauran, Banten, tidak terdengar dentuman. Dengan demikian kita belum bisa mengorelasikan antar erupsi Gunung Anak Krakatau dengan dentuman yang terjadi di Jakarta," kata Rudy dalam rekaman yang diterima CNNIndonesia.com, Senin (13/4).
Penjelasan Rudy ini lagi-lagi mengacu pada jenis erupsi Anak Krakatau yaitu tipe Strombolian. Erupsi tipe ini tidak besar dan berbahaya, erupsi disertai dengan lontaran pijar dan lava serta sedikit mengandung gas.
Sebelumnya, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ( ESDM) Kasbani menyatakan suara dentuman dan gemuruh di wilayah Jakarta hingga Jawa Barat pada Sabtu (11/4) bukan berasal dari erupsi Anak Krakatau.
2. Bukan akibat gempaSelain itu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pun memastikan bahwa suara dentuman atau gemuruh yang terdengar masyarakat di Jabodetabek pada Sabtu (11/4) dini hari bukan akibat gempa tektonik.
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Rahmat Triyono mengakui memang ada aktivitas gempa kecil di Selat Sunda pada pukul 22.59 WIB dengan magnitudo 2,4.
Gempa ini berada di jarak 70 kilometer arah selatan barat daya Gunung Anak Krakatau di kedalaman 13 kilometer. Meski demikian, menurutnya, kekuatan gempa tersebut tidak signifikan dan tak dirasakan oleh masyarakat.
"Erupsi Gunung Anak Krakatau kali ini berdasarkan catatan sensor BMKG lebih lemah dibandingkan erupsi yang terjadi pada 22 Desember 2018 lalu," kata dia.
Lebih lanjut, Daryono dalam cuitannya menyebut gempa tektonik biasanya hanya terjadi sekali dan tidak menimbulkan dentuman berulang-ulang seperti yang terjadi pada Sabtu dini hari.
Halaman selanjutnya, Spekulasi Petir, Gempa Langit, Hingga Meteor >>
3. Akibat petir pun meragukan Spekulasi dentuman akibat petir juga meragukan karena dentuman terdengar pada jarak hingga ratusan kilometer. Padahal petir hanya bisa didengar maksimal pada area 25 km saja.(Pixabay/tpsdave) |
Sebelumnya, Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Peneliti Madya Bidang Geofisika Terapan LIPI, Nugroho D. Hananto menyatakan suara dentuman tersebut bukan berasal dari erupsi Gunung Anak Krakatau.
Alasannya, laporan warga yang mendengar suara dentuman berasal dari lokasi yang cukup jauh dari Gunung Anak Krakatau.
Tapi ia memperkirakan dentuman itu berasal dari petir di lokasi sekitar dentuman seperti DKI Jakarta dan Jawa Barat yang terdengar lebih keras dari biasanya.
Sementara, masyarakat yang lokasinya lebih dekat dengan Gunung Anak Krakatau seperti Banten, Carita, Lampung, dan sekitarnya belum memberikan laporan jika mereka mendengar suara dentuman tersebut.
Senada, Daryono pun mengutarakan kemungkinan dentuman akibat petir. Namun, ia pun masih menyangsikan hal ini sebab, menurutnya petir maksimal hanya mencapai jarak 16-25 kilometer saja.
Selain itu, bunyi petir juga sangat khas dimana orang awam dengan mudah mengenalinya, sementara suara pagi itu lebih mirip dentuman yang “anatominya” berbeda dengan suara petir.
Sebab, berdasarkan pemetaan yang dilakukan Daryono, suara dentuman itu terdengar hingga ratusan kilometer. Mulai dari Jakarta hingga kawasan Pelabuhan Ratu, Sukabumi.
"Sebagai contoh jika petir terjadi di Kota Bogor maka tempat terjauh di utara yang dapat mendengar hanya sampai Kota Depok dan tidak sampai ke Jakarta, Tangerang dan Bekasi. Untuk arah tenggara dan selatan maka tempat terjauh yang masih dapat mendengar petir tersebut adalah daerah Gunung Gede-Pangrango dan tidak sampai ke Sukabumi dan Palabuhanratu," paparnya.
4. Bukan karena aktivitas gunung sekitar JabodetabekPusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mengatakan tidak ada peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Salak dan Gunung Gede kala terjadi dentuman yang terdengar di daerah Jabodetabek pada Sabtu (11/4) dini hari.
Sebelumnya, Volkanolog Institut Teknologi Bandung (ITB) Mirzam Abdurrachman mengatakan suara dentuman kemungkinan terjadi akibat aktivitas gunung-gunung di sekitar Jabodetabek dan juga Gunung Anak Krakatau.
Hal ini diungkap Mirzam menanggapi peristiwa suara dentuman yang dirasakan sebagian warga di Jakarta, Bogor, dan Depok pada Sabtu (11/4) dini hari. Namun, PVMBGmenyebut tidak ada peningkatan aktivitas vulkanik di kedua gunung tersebut.
5. Longsoran pun tak dimungkinkan
Longsoran yang dipicu oleh adanya deformasi batuan yang melampaui batas elastisitasnya akan menimbulkan pelepasan energi secara tiba-tiba hingga dapat mengeluarkan suara dentuman.
Namun demikian, peristiwa longsoran tidak mungkin terjadi secara berulang-ulang, terus menerus sebanyak dentuman yang didengarkan masyarakat pagi itu.
6. Bukan berasal dari Gempa Langit atau Meteor Data BMKG tidak menunjukkan adanya meteor yang terbakar di atmosfer saat dentuman terjadi. (AFP PHOTO/ JORGE GUERRERO) |
Daryono menyebut dentuman itu juga tidak berasal dari Skyquake atau gempa langit. Menurutnya, Skyquake adalah istilah yang diciptakan oleh sekelompok komunitas untuk menyebut suara-suara yang datang dari langit.
"Masyarakat awam pun kini banyak yang ikut-ikutan mengunakan istilah skyquake padahal belum memahami konsep ilmiahnya. Padahal konsep yang sudah mapan terkait bunyi yang bersumber dari peristiwa atmosferik tersebut sudah ada, seperti
acoustic wave, infrasonic wave, sonic boom dll," tambah Daryono.
Namun, saat dentuman terjadi, menurutnya tidak ada laporan dari stasiun pendeteksi sonic boom. Selain itu, saat kejadian juga tidak ada laporan ada pesawat dengan kecepatan suara yang melintas. Sehingga fenomena skyquake sebagai sumber dentuman saat itu terbantahkan.
Dalam rantai cuitan yang dilontarkan Daryono, ada juga netizen yang menanyakan kemungkinan dentuman berasal dari meteor. Namun, Daryono membantah kemungkinan tersebut. Sebab, menurutnya data BMKG menunjukkan pada saat kejadian tidak ada meteor yang tengah terbakar di atmosfer.