Jakarta, CNN Indonesia -- Peneliti Perubahan Iklim dari Universitas Indonesia Budi Haryanto menjelaskan kematian
Covid-19 akibat infeksi
virus corona di wilayah dengan tingkat polusi tinggi akibat akumulasi paparan polusi udara di masa lalu.
Kondisi polusi tinggi ini menurutnya menyebabkan penyakit gangguan paru penyerta (komorbiditas) seperti ISPA, Asma, dan penyakit lainnya kepada seseorang.
Akibatnya, penyakit penyerta ini membuat sistem kekebalan tubuh seseorang itu tidak mampu melawan virus corona SARS-CoV-2 yang masuk. Sehingga, ketika terinfeksi, kondisinya semakin buruk.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan kata lain, tidak seratus persen imunitas tubuh bisa melawan Covid dibanding dengan orang yang tidak punya komorbiditas. Orang yang sehat terus kemudian terkena virus, seratus persen dari imun tubuh bisa melawannya," jelasnya dalam diskusi online melalui Zoom, Kamis (30/4).
"Sehingga terlihat ketika ada penyakit bawaan, penderita akan menjadi parah ketika terkena covid-19," lanjut dia.
Sebelumnya, Juru Bicara Pemerintah untuk penanganan Covid-19 Achmad Yurianto juga sempat mengatakan, bahwa pasien positif covid-19 yang meninggal di Indonesia, rata-rata memiliki penyakit penyerta.
Menurut Achmad, penyakit penyerta yang biasa diderita pasien Covid-19 ini seperti tekanan darah tinggi yang sudah bertahun-tahun, penyakit diabetes kencing manis yang sudah berjalan bertahun-tahun dan beberapa penyakit paru-paru yang kronis, seperti, asma, bronkitis dan TBC.
Lebih lanjut, menurut Budi berdasarkan hasil studi Harvard, kematian pasien akibat virus corona (Covid-19) di wilayah dengan polusi udara yang tinggi lebih besar daripada wilayah dengan kondisi polusi udara rendah.
Studi ini menganalisis tingkat materi partikel halus di setiap wilayah di Amerika Serikat dari 2000 hingga 2016. Peneliti lalu membandingkan peta polusi udara di AS dengan jumlah kematian Covid-19 hingga 4 April.
Hasilnya, peningkatan hanya 1 gram per meter kubik dalam partikel halus di udara dikaitkan dengan peningkatan 15 persen tingkat kematian (akibat) Covid-19.
Resiko kematian di wilayah polusi tinggi bahkan mencapai 4,5 kali lebih banyak dibandingkan dengan wilayah polusi udara rendah.
"Kematian akibat covid-19 ini lebih banyak ditemukan di wilayah yang polusi PM (Particulate Matter) 2,5-nya tinggi dibandingkan dengan yang polusinya rendah. Studi dari Harvard dengan sampel yang cukup besar jadi valid sekali," tuturnya.
Besar kemungkinan juga risiko tersebut dipengaruhi oleh infeksi sistem kekebalan tubuh seseorang yang menurun akibat paparan polusi udara, atau pun masalah pernapasan yang kemudian diperburuk oleh polusi udara.
"Ternyata juga setiap ada peningkatan 1 μg/m3 PM2,5 dapat meningkatkan 15 persen tingkat kematian akibat Covid-19," ucap dia.
Terpisah, studi dari dari Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) polusi udara juga memperparah kondisi pasien Covid-19 yang telah memiliki latar belakang penyakit seperti diabetes, penyakit paru-paru, asma, penyakit jantung, dan kanker.
Dalam laporan CREA menjelaskan jutaan orang sudah menderita penyakit kronis dan cacat atau menjalani perawatan seperti kemoterapi karena paparan polusi udara di masa lalu semakin rentan terhadap Covid-19.
(yoa/eks)
[Gambas:Video CNN]