Jakarta, CNN Indonesia --
Twitter mengatakan perintah eksekutif Presiden Amerika Serikat
Donald Trump adalah sebuah pendekatan yang reaksioner dan politisasi terhadap hukum.
Trump menandatangani perintah eksekutif yang mengancam hukuman terhadap perusahaan media sosial atas tuduhan bias terhadap kaum konservatif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami di sini hari ini untuk membela kebebasan berbicara dari salah satu bahaya terbesar," katanya kepada wartawan sebelum menandatangani dokumen.
Perintah eksekutif itu termasuk menghapus kekebalan hukum media sosial terkait konten yang diunggah konsumen. Artinya, pemerintah AS bisa memberikan sanksi terhadap media sosial.
Perintah eksekutif itu dikeluarkan Trump setelah kesal dengan sikap Twitter yang melabeli dua kicauannya sebagai klaim palsu atau tidak berdasar untuk pertama kali.
Dua kicauan Trump yang dilabeli Twitter berisikan anggapan sang presiden bahwa pemungutan suara melalui surat elektronik (surel) atau 'mail-in ballots' bisa melahirkan pemilu AS yang curang dan korup.
Dilansir dari
Business Insider, perintah menyebutkan Twitter secara selektif memutuskan untuk menempatkan label peringatan pada tweet tertentu dengan cara yang jelas-jelas mencerminkan bias politik. Perintah eksekutif juga menyebut Twitter tampaknya tidak pernah menempatkan label seperti itu di tweet politisi lain.
Selama ini, Undang-Undang Kepantasan Komunikasi atau Communications Decency Act 1996 memberikan kekebalan luas bagi operator situs daring sehingga tidak dapat diminta pertanggungjawaban atas konten yang dibuat oleh para penggunanya.
Mengutip
CNN, platform media sosial juga kebal dari tuntutan hukum jika memblokir atau menghapus unggahan para pengguna yang dianggap melanggar norma perusahaan, meski unggahan itu 'dilindungi secara konstitusi'.
Sebelumnya, Trump mengatakan bahwa dia bertindak seperti ini karena perusahaan teknologi raksasa Twitter memiliki kekuatan tak terkendali untuk menyensor, membatasi, mengedit, membentuk, menyembunyikan, mengubah segala bentuk komunikasi antara pengguna.
"Kita tidak bisa membiarkan ini terjadi," kata Trump, Kamis (28/5) dikutip dari
AFP.
Perintah eksekutif ini memberi kewenangan regulator pemerintah untuk mengevaluasi apakah platform harus bertanggung jawab atas konten yang diposting oleh jutaan pengguna mereka.
(jnp/dal)
[Gambas:Video CNN]