Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menyatakan sistem pemilihan secara eVoting belum dapat diterapkan dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2020.
Sebab, menurut Kepala BPPT Hammam Riza perubahan dari pemilu manual ke eVoting diperlukan persiapan yang cukup panjang.
"Pilkada serentak 2020 belum menerapkan eVoting," ujar Hammam kepada CNNIndonesia.com, Rabu (26/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hammam menuturan Pilkada serentak 2020 baru akan menerapkan eRekapitulasi. Sistem itu kemungkinan Form Plano dikirim langsung dari TPS oleh KPPS, sebagai pendukung hasil perolehan suara yang dapat dikirim langsung dari tiap TPS, terekapitulasi langsung ke Pusat Data KPU.
Sehingga, dia berkata hasil pemilu manual di tiap TPS tidak lagi dikirim secara manual dan berjenjang. Namun, langsung dikirim dari TPS dan dapat diperoleh hasil rekap perolehan per jenjang.
Lebih lanjut, Hammam menjelaskan kunci utama perubahan dari pemilu manual ke eVoting adalah keberlanjutan. Sesuai amanat putusan Mahkamah Konstitusi nomor 147/PUU-VII/2010, dia menyebut ada minimal lima kesiapan ePemilu, yaitu legalitas, penyelenggara, pembiayaan, masyarakat, dan teknologi.
"Dari sisi teknologi, merupakan bagian dari kajian BPPT yang sudah dikaji sejak 2010. Dengan demikian, kendala dari sisi teknologi eVoting tidak ada," ujarnya.
Meski demikian, Hammam mengatakan kesiapan penyelenggara menjadi kunci utama untuk menjaga keberlanjutan teknologi eVoting.
Hammam menilai perlu dilakukan perubahan proses bisnis dan ekosistem kelembagaan yang matang termasuk penyiapan industri nasional yang mendukung pemilu elektronik dan menyangkut pola pembiayaan pemilu elektronik.
Dari sisi Legalitas, Hammam membeberkan sampai saat ini eVoting sudah dimungkinkan dilaksanakan sesuai UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang sudah mengakomodir pemilihan menggunakan peralatan elektronik. Sedangkan untuk operasionalnya dituangkan dalam Peraturan KPU.
"Nah, Peraturan KPU-nya yang belum ada. Dan terhadap 5 kesiapan tersebut sudah dikaji BPPT menyesuaikan dengan aspek hukum, budaya, sosial, politik di Indonesia," ujar Hammam.
"Sudah jelas keunggulan eVoting dimana hasil pemilu menggunakan peralatan elektronik adalah cepat, akurat dan memudahkan pemilih serta efektif sesuai yang dinyatakan dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada," ujarnya.
Hammam mengklaim pihaknya telah memikirkan keamanan eVoting dalam pemilu Indonesia. Oleh karena itu, dia berkata BPPT merancang eVoting yang sangat berbeda dengan eVoting di 26 negara yang sudah mengimplementasikan eVoting.
"BPPT merancang eVoting sesuai azas pemilu Indonesia yang menjadi dasar keamanan pemilu yaitu LUBER JURDIL," ujar Hammam.
Salah satu bentuk menciptakan keamanan eVoting, lanjut Hammam adalah dengan mewajibkan pemilih tetap datang ke TPS untuk memberikan hak suaranya pada perangkat eVoting di bilik.
Hammam menyebut perangkat eVoting juga tidak terkoneksi ke jaringan apapun pada proses pemungutan suara. Hal itu sebagai bentuk mengedepankan aspek rahasia dan bebas.
"Dengan demikian tidak dimungkinkan aksi hacker. Setelah TPS tutup, hasil di TPS sudah dicetak dan ditandatangani KPPS, dan rekap hasil di TPS langsung terkirim ke pusat data sesuai TPS yang sesuai di pusat data," ujarnya.
(jps/eks)