Singgung Trump, Pakar Sebut e-Voting Buka Peluang Kecurangan

CNN Indonesia
Kamis, 02 Jul 2020 01:30 WIB
Warga mencoblos di Tempat Pemungutan Suara (TPS)  001 Kelurahan Pekayon Jaya, Kecamatan Bekasi Selatan, Bekasi,  Jawa Barat, Rabu, 27 Juni 2018. Warga Bekasi melakukan dua pemungutan suara secara serentak yaitu Pilkada Walikota Bekasi dan Pilkada Gubernur Jawa Barat. CNNIndonesia/Safir Makki
Ilustrasi pencoblosan suara manual. (Foto: CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia --

Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas Feri Amsari mengaku tak menyetujui penerapan metode pemungutan suara secara elektronik atau e-voting dalam pemilu.

Hal itu ia ungkapkan saat menghadiri rapat dengar pendapat terkait revisi Undang-undang tentang Pemilu dengan Komisi II DPR, di Kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (1/7).

Feri menilai sistem e-voting pasti memiliki celah yang berpotensi menimbulkan kecurangan seperti mengubah hasil perolehan suara dalam pemilu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya setuju e-Rekap, bukan e-voting. E-voting itu banyak mekanisme yang kemudian bisa mengubah hasil [pemilu]," kata Feri.

Ia lantas membandingkan dengan beberapa negara di dunia yang warganya mulai mempersoalkan penggunaan metode yang juga dikenal sebagai direct recording electronic (DRE) tersebut.

Warga Amerika Serikat (AS), kata dia, kini kehilangan kepercayaan dengan sistem e-voting usai terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden ke-45 pada tahun 2016 lalu.

Infografis Pemilu dalam AngkaFoto: CNN Indonesia/Fajrian

"Bahkan ada joke soal e-voting dan keterpilihan Donald Trump. Sekarang lagi dikerjain Donald Trump oleh netizen dan penggemar K-Pop. Sangat luar biasa itu," kata dia, menyinggung aksi menentang Trump yang dinilai rasialis.

Ketimbang e-voting, Feri mengusulkan agar Indonesia bisa menerapkan metode rekapitulasi hasil pemilu secara elektronik atau e-rekap.

Ia memandang e-rekap bisa meminimalisasi kecurangan karena data-data primer atau data asli dari proses pemilihan masih di pegang sebagai pembuktian.

"Jadi berbeda kalau e-voting, dia bisa merusak, karena berbagai cara itu pak, mesin itu," kata dia.

Diketahui, KPU sempat menggulirkan wacana penggunaan e-Rekap pada Pilkada Serentak 2020 pada akhir 2019. Kebijakan ini awalnya dimaksudkan menjadi tahap percobaan pelaksanaan e-Rekap bagi KPU untuk Pemilu 2024.

Meski demikian, hal itu masih berupa wacana yang belum direalisasikan sampai saat ini.

Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari saat menjadi narasumber dalam diskusi publik terkait presidential threshold di Aula Muhammadiyah. Jakarta, Selasa, 31 Juli 2018.Peneliti dari PUSaKO Feri Amsari menyebut e-voting rawan manipulasi karena tak ada data fisik asli seperti pencoblosan manual. (Foto: CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Sebaliknya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mendukung penerapan e-voting dalam gelaran pemilihan umum pada pilpres 2024.

Tito mengatakan mekanisme ini bisa menekan biaya pelaksanaan pesta demokrasi lima tahunan yang tergolong tinggi di Indonesia.

Dugaan kecurangan dalam Pilpres AS 2016 mengemuka usai temuan dugaan keterlibatan Rusia dalam memenangkan Trump. Meski menyebut ada upaya intervensi Rusia, FBI dalam laporannya tak membuktikan konspirasi kedua pihak itu.

(rzr/arh)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER