Matahari Buatan, Berawal di Rusia Tahun 60-an hingga China

CNN Indonesia
Kamis, 10 Des 2020 14:14 WIB
Kisah Matahari buatan yang bermula di Rusia, hingga dikembangkan Eropa, AS, dan kini China kebut penelitian energi alternatif ini.
Ilustrasi. Reaktor nuklir fusi seperti Matahari buatan China sudah dibuat sejak 1960an oleh Uni Soviet (sekarang Rusia) (AP/Aksana Manchuk)
Bandung, CNN Indonesia --

Reaktor fusi nuklir China yang disebut sebagai Matahari buatan menjadi kejutan di tengah upaya pencarian energi bersih alternatif yang sama yang dirintis Amerika Serikat dan beberapa negara di Eropa.

Masing-masing negara tengah mengembangkan reaktor fusi masing-masing secara masif walau sempat mengalami masa stagnasi.

Lalu, bagaimana sejarah reaktor fusi nuklir?

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ahli nuklir Indonesia dari Institut Teknologi Bandung Zaki Su'ud mengatakan, negara-negara di Amerika dan Eropa adalah yang pertama kali mengembangkan reaktor fusi nuklir.

Ia mencontohkan metode reaktor fusi inersial, salah satu metoda untuk memaksa kedua inti Deutron bereaksi guna mempercepat melalui akselerator yang diperkenalkan oleh Amerika dan Eropa sekitar 1970-an.

"Inertial fusion di Amerika dan Eropa sudah sangat lama, mereka memulai terutama di tahun 70-an dan 80-an. Setelah itu muncul Jepang, belakangan Korea Selatan masuk dan kemudian China juga," kata Zaki kepada CNNIndonesia.com, Rabu (9/12).

Adapun pengembangan reaktor fusi baru hadir setelah adanya reaktor fisi yang sudah mulai dikenal sejak 1940-an dan mulai banyak dikenal 1950-an.

Menurut Zaki, pengembangan reaktor fusi nuklir mengalami stagnasi sejak dekade 1990-an.

"Rata-rata enggak sanggup karena berbiaya mahal hanya sekadar untuk mengejar scientific achievement seperti itu," ujarnya.

Zaki yang juga Pakar Himpunan Masyarakat Nuklir Indonesia (HIMNI) mengatakan, China dalam 10 tahun terakhir terus menggeliatkan pengembangan reaktor fusi nuklir. Hal itu dikarenakan mereka memiliki sumber daya dan kemampuan finansial yang kuat.

"China memang baru 2000-an masuk (pengembangan reaktor fusi) tapi dia langsung menggelontorkan resource reaktor fusi yang sangat besar. Mereka baru gabung ITER sekitar 2003, begitu China masuk langsung tancap gas karena punya resource yang luar biasa besar dan bahkan mau bikin reaktor eksperimen sendiri," kata Zaki.

Berdasarkan penelusuran CNNIndonesia.com, reaktor fusi pertama kali diwujudkan di Uni Soviet pada tahun 1950. Reaktor fusi ini dinamai reaktor Tokamak yang merupakan singkatan dari Toroidal'naya kameras magnitnymi katushkamiyang. Artinya, lebih kurang ruang toroidal dengan koil magnetik.

Reaktor fusi Tokamak ditemukan pada tahun 1950 oleh ilmuwan Soviet, Igor Yevgenyevich Tamm dan Andrei Sakharov. Penemuan mereka didasari oleh ide dari Oleg Lavrentyev.

Namun, baru pada tahun 1968 reaktor ini dinyatakan berhasil mendemonstrasikan terjadinya reaksi fusi di dalamnya. Reaktor Tokamak sendiri bekerja berdasarkan reaksi fusi antara Deuterium dan Tritium (reaksi D-T) yang menghasilkan helium, neutron dan energi.

Adapun temperatur reaksi fusi dapat mencapai 100 juta derajat Celcius. Karena tingginya temperatur reaksi fusi, maka hingga sampai saat ini belum ada material yang bisa dijadikan sebagai bejana untuk menampung reaksi fusi. Oleh karena itu, dalam Tokamak digunakan medan magnet untuk menyangga plasma campuran bahan bakar Deuterium dan Tritium yang berfusi.

Sebelumnya, diberitakan reaktor fusi China yang disebut sebagai Matahari buatan berhasil beroperasi. Rencananya, reaktor fusi ini akan dikomersialisasi pada 2050.

Matahari artifisial ini diklaim dapat menghasilkan energi tanpa batas. Matahari buatan China ini terkurung dalam sebuah wadah bernama Tokamak HL-2M.

Panas reaktor TokamakHL-2M bisa mencapai 150 juta derajat Celsius, 15 kali dari panas inti Matahari. Namun, panas setinggi itu tidak melelehkan lantaran ketika menghasilkan panas, plasma dalam kondisi melayang sehingga tak menyentuh permukaan Tokamak HL-2M.

Bagi Zaki, proyek EAST (Experimental Advanced Super Conducting Tokamak) di China, menjadi perkembangan positif mengingat reaktor Tokamak ini dapat berjalan pada waktu yang lama yaitu lebih dari satu menit dan menjadi jembatan teknologi untuk proyek ITER.

"Dari sisi achievement dibanding negara-negara lain apa yang China buat itu memang sudah lebih advance, suhu lebih tinggi, waktu critical fusi lebih lama. Tapi rasanya dia belum sampai sustain yang long term invinite apalagi sampai menghasilkan listrik seperti ITER. Tapi bukan mustahil ke depan mau membangun sendiri semacam ITER itu," kata Zaki.

Sebelumnya, reaktor fusi HL-2M Tokamak disebut baru bisa menyala selama beberapa detik saja. Berdasarkan laporan SCMP, energi yang dihasilkan Matahari buatan ini pun belum seberapa besar, baru 2 -3 mega-amps. 

Masih kalah dari reaktor Joint European Torus di Inggris yang sudah berusia 40 tahun. Reaktor ini bisa menghasilkan listrik hingga 7 mega-amps. 

(hyg/eks)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER