ANALISIS

Menanti Regulasi dan Keseriusan Pemerintah Jaga Data Pribadi

CNN Indonesia
Selasa, 01 Jun 2021 14:33 WIB
Peretasan data warga Indonesia masih akan terus terjadi bila pemerintah tidak serius dalam mengantisipasinya dan membuat regulasi untuk menjaga keamanan data.
Ilustrasi peretasan di Indonesia. (Foto: Istockphoto/ Undefined)
Jakarta, CNN Indonesia --

Kebocoran data pribadi masyarakat Indonesia terjadi dengan masif dalam dua tahun terakhir. Data yang bocor ke tangan peretas jumlahnya juga terbilang fantastis.

Pada 2019 misalnya, 91 juta data pelanggan Tokopedia bocor dan dijual di RaidForums. Tahun ini, seorang peretas mengaku memiliki 279 juta data penduduk Indonesia. Hasil investigasi awal terdapat 100.002 data peserta BPJS Kesehatan.

Kebocoran data pribadi itu membuktikan bahwa data pribadi yang rentan bukan hanya data yang dikelola swasta.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Chairman CISReC Pratama Persadha menilai perlindungan pada data pribadi masyarakat di tanah air sangat rendah. Salah satu faktornya adalah Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang belum rampung.

Dia berkata UU itu sangat krusial meski perlu dilihat apakah isinya cukup kuat untuk melindungi masyarakat setelah rampung.

"Karena itu kita lihat banyak peristiwa kebocoran data pribadi namun tidak jelas apa bentuk pertanggungjawaban secara Hukum dan juga langkah-langkah teknis dari negara maupun swasta." ujar Pratama kepada CNNIndonesia.com, Senin (31/5).

Pratama menuturkan kebocoran data pribadi masyarakat akan terus berulang karena tidak adanya UU yang memaksa lembaga negara dan swasta selaku pengendali data pribadi untuk meningkatkan kualitas sistem informasi, SDM, dan teknologi.

Sepanjang tahun 2020 dan awal 2021 misalnya, dia menemukan sudah banyak peristiwa kebocoran akibat peretasan. Tak hanya lembaga negara yang disasar, beberapa perusahaan teknologi yang seharusnya menjadi contoh juga tak ketinggalan menjadi target.

"Dalam kebocoran data Tokopedia misalnya, diketahui 91 juta data user yang bocor ternyata tidak dienkripsi, praktis hanya password saja yang diacak. Ini jelas berbahaya dan data yang diunduh bebas di internet saat ini akan menjadi bahan baku penipuan dan menarget masyarakat," ujarnya.

Pratama menyampaikan tidak ada sistem informasi maupun teknologi yang 100 persen aman dari peretasan. Kondisi itulah yang seharusnya mendorong pemerintah membuat regulasi yang memaksa pengendali data pribadi ini untuk membangun sistem informasi terbaik.

Pengendali data pribadi, kata dia harus dipaksa membangun sistem informasi terbaik. Jika tidak, mereka akan menghadapi denda besar atau hukuman besar lain yang mengancam di depan.

"Ini sangat penting dalam membangun ekosistem siber yang aman dan sehat. Dengan ekosistem siber yang aman maka investor akan sangat percaya pada Indonesia dan juga secara otomatis akan meningkatkan keamanan pertahanan siber secara nasional," ujar Pratama.

Pakar keamanan siber dari Vaksin.com, Alfons Tanujaya mengatakan keamanan data pribadi masyarakat Indonesia khususnya yang berhubungan dengan data kependudukan cukup memprihatinkan.

Menurutnya banyak hal yang harus diperbaiki dari sisi pengelola data, khususnya institusi yang mengelola data, baik data aplikasi, data pelanggan, atau data kependudukan.

"Kita sudah berulang mengalami hal ini dan jika tidak ada perubahan terhadap mindset dan pembelajaran pengelolaan data yang baik, maka hal ini tentu akan terulang lagi," ujar Alfons.

Pemerintah Dinilai Belum Sepenuhnya Bertanggung Jawab

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER