Ahli: Babi Hibrida di Zona Nuklir Fukushima Sangat Kuat
Babi liar ditemukan di dekat lokasi bencana nuklir Fukushima, Jepang. Para ahli menduga babi tersebut hasil dari persilangan babi hutan dan babi ternak yang disebut babi "radioaktif".
Ahli di Jepang memperkirakan babi hutan ditemukan di daerah radioaktif dekat wilayah Fukushima, berkembang biak dengan sangat baik dan radiasi nuklir tidak memiliki efek buruk pada genetika mereka.
"Sementara radiasi tidak menyebabkan efek genetik, spesies babi domestik yang invasif memilikinya. Saya pikir babi tidak dapat bertahan hidup di alam liar, tetapi babi hutan tumbuh subur di kota-kota yang ditinggalkan, karena mereka sangat kuat," kata Donovan Anderson, seorang peneliti di Universitas Fukushima, mengutip Xinhuanet, Selasa (6/7).
Para ilmuwan mempelajari sampel DNA dari 243 babi dan menemukan bahwa 16 persen dari babi hutan yang ditinggalkan adalah babi hybrid atau hibrida.
Mengutip Royal Society Publishing, bencana nuklir Fukushima Jepang terjadi pada 2011. Para peneliti memperkirakan orang-orang yang mulai kembali ke daerah radioaktif selama beberapa tahun terakhir sekarang memiliki potensi bahaya baru yang harus diwaspadai.
Royal Society Publishing menyebutkan bahan radioaktif tersebar sebagai akibat dari kecelakaan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Chernobyl dan Fukushima Dai-ichi (CNPP dan FDNPP) masing-masing pada 1986 dan 2011.
Hal ini menyebabkan kontaminasi radiologi yang meluas di lingkungan dan paparan kronis terhadap radiasi pengion. Akibat hal itu pemerintah nasional mengamanatkan evakuasi manusia dari area luas di sekitar lokasi kecelakaan nuklir (yaitu 4300 km2 untuk CNPP dan 1150 km2 untuk FDNPP).
Karena tingkat dosis tinggi dari bahan radioaktif yang tersebar pada Maret 2011, Pemerintah Jepang mengeluarkan perintah evakuasi untuk 164.845 orang yang tinggal dalam radius 20 km dari FDNPP.
Perintah evakuasi kemudian dimodifikasi untuk memasukkan area sejauh 40 km barat laut FDNPP yang juga terkontaminasi oleh asap radioaktif, yang mencakup area total sekitar 1150 km2.
Mulai 2016, beberapa daerah yang dievakuasi telah diperbaiki dan sebagian kecil dari penduduk telah kembali, namun akses manusia tetap sangat dibatasi di area yang paling terkontaminasi akibat paparan radiasi yang melebihi ambang batas keselamatan manusia yang ditetapkan pemerintah Jepang.
Dalam hal ini berkurangnya aktivitas manusia dan perubahan tekanan antropogenik menciptakan kondisi habitat menguntungkan bagi spesies mamalia menengah hingga besar, seperti babi hutan, sebagaimana dibuktikan dengan meningkatnya kepadatan di daerah yang dievakuasi.
Sementara itu di daerah pengungsian Chernobyl, babi hutan (Sus scrofa) mengalami peningkatan populasi yang drastis. Namun menurun seiring dengan meningkatnya populasi predator dan penyakit.
Menurut peneliti juga jika peristiwa hibridisasi di masa depan terjadi, itu akan terjadi pada frekuensi rendah. Hasil seperti itu akan memberikan bukti kurangnya kemampuan bertahan hidup spesies tersebut.
Baca juga:Ilmuwan Coba Bangkitkan Lagi Mamot Purba |