Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan mencatat sudah ada 553 kasus mutasi virus SARS-CoV-2 dari enam jenis varian covid-19 yang teridentifikasi di Indonesia, salah satunya virus corona varian eta.
Data tersebut merupakan pemutakhiran per 6 Juli 2021. Terdapat ratusan temuan varian yang sudah diidentifikasi di Indonesia, berdasarkan hasil Whole Genome Sequence (WGS) dari 2.590 spesimen.
Jika dirinci, varian virus itu yakni B117 Alfa, B1351 Beta, dan B1617 Delta. Rinciannya, 51 kasus Alfa B117, 57 kasus Beta B1351, 436 kasus Delta B1617.2. Kemudian 2 kasus Iota B1526, 5 eta B1525, dan 2 Kappa B1617.1.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terdapat beberapa fakta dari mutasi virus corona jenis eta atau B.1.525.
Balitbangkes menyebut sebanyak 544 kasus mutasi virus SarS-CoV-2 di Indonesia, dan virus eta merupakan virus yang masuk kategori variants of interest (VOI) atau merupakan salah satu virus yang menyebabkan penularan berdasarkan situs Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Mutasi baru virus corona dikenal dengan nama E484K atau "Eek". Eta merupakan mutasi dari E484K, seperti seperti P.2 (Zeta), P.1 (Gamma), dan B.1.351 (Beta) dan hanya beberapa strain B.1.526 (Iota) dan B.1.1.7 (Alfa).
Di samping itu, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat atau CDC menyebut varian eta pertama kali terdeteksi di Inggris atau Nigeria, Afrika Barat sejak Desember 2020.
Berdasarkan data yang dihimpun dari institusi yang dibuat oleh Pemerintah Jerman untuk mempelajari data genetika virus, GISAID menunjukkan bahwa varian eta telah tersebar di beberapa negara, yang terbanyak ialah Kanada dengan total 1.415 kasus.
Selain itu varian eta juga tersebar di 70 negara, di antaranya Amerika Serikat sebanyak 1.190 kasus, Jerman 738 kasus, Prancis 691 kasus hingga menyebar ke Denmark, Inggris, Italia, Nigeria dan Spanyol.
Sedangkan di Asia, tercatat ada beberapa negara yang sudah tersebar varian ini. India menjadi negara yang terbanyak menemukan kasus varian eta, yakni 226 kasus, disusul Bangladesh, Jepang, Singapura dan Filipina.
Hingga kini belum ada pembuktian bahwa varian eta lebih menular dan menghasilkan kesakitan yang lebih parah. Para ahli dilaporkan masih mempelajari dan memahami seberapa besar risiko dari varian itu.
Namun demikian masyarakat disarankan untuk tetap waspada pada varian itu. Terlebih beberapa ahli kerap menyebut mutasi dari virus orisinal terbilang lebih cepat menular, seperti pada beberapa varian yang sudah menyebar di Indonesia.
(can/mik)