Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat suhu suhu minimum Bandung pada Kamis (8/7) pagi berada di kisaran 17,4 derajat celsius. Artinya, suhu saat ini terasa lebih dingin dibandingkan dengan normal suhu minum Bandung pada Juli yaitu 17,6 derajat celsius.
Prakirawan Cuaca BMKG Bandung Yuni Yulianti mengungkapkan, ada tiga faktor yang memicu udara di Bandung lebih dingin dari biasanya meski sudah masuk musim kemarau. Namun Yuni menggarisbawahi adanya peristiwa suhu dingin pada Juli ini merupakan hal yang normal.
Faktor pertama, yaitu musim dingin di Australia. Yuni mengatakan, saat ini sedang berlangsung periode musim kemarau dimana sirkulasi angin yang menuju Jawa Barat berasal dari benua Australia yang bersifat dingin dan kering.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, faktor pemicu kedua adalah gerak semu matahari yang bergerak ke utara bumi.
"Hal ini mengakibatkan kita yang berada di selatan bumi kehilangan sumber panas sehingga suhu udaranya menjadi lebih dingin," ujar Yuni dalam keterangannya, Kamis (8/7).
Sementara faktor pemicu ketiga adalah karakteristik udara musim kemarau. Kurangnya uap air karena musim kemarau, dampaknya adalah panas dari permukaan bumi yang dilepaskan pada saat malam hari langsung terlepas ke lapisan lebih tinggi.
"Sehingga tidak ada panas yang tersimpan dekat permukaan bumi, maka pada pagi hari udara akan terasa lebih dingin," tutur Yuni.
Menurut Yuni, kondisi dingin yang dirasakan saat ini adalah siklus normal yang berulang setiap tahun. Pihaknya mengimbau agar tetap menjaga kesehatan.
Sebelumnya, Deputi Bidang Klimatologi BMKG Herizal mengatakan bahwa pada Juli 2021 Australia berada dalam periode musim dingin di mana massa udara menjadi dingin dan kering.
Pola tekanan udara yang relatif tinggi di Australia menyebabkan pergerakan massa udara dari Australia menuju Indonesia atau dikenal dengan istilah Monsoon Dingin Australia. Hal itu yang menjadi penyebab cuaca lebih dingin di Jawa hingga Nusa Tenggara Timur (NTT) walau sudah masuk musim kemarau.
Selain dampak angin dari Australia, berkurangnya awan dan hujan di Pulau Jawa hingga Nusa Tenggara turut berpengaruh terhadap suhu yang dingin di malam hari karena tidak adanya uap air dan air menyebabkan energi radiasi yang dilepaskan oleh bumi pada malam hari tidak tersimpan di atmosfer.
Kemudian langit yang cenderung bersih dari awan akan menyebabkan gelombang panjang radiasi sinar matahari dilepaskan ke atmosfer luar.
(hyg/dal)