Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) membeberkan fakta gempa bumi 7.1 hari ini yang mengguncang hari ini di Filipina dan terasa hingga Sulawesi Utara.
Gempa Bumi berkekuatan magnitudo 7,1 mengguncang Sulawesi Utara (Sulut) pada Kamis (12/8) dini hari. Lebih lanjut, BMKG menyebut terhitung sudah terjadi 8 kali gempa susulan.
Kepala Badan Mitigasi Gempa Bumi dan Bencana BMKG, Daryono mengatakan gempa susulan itu memiliki Magnitudo beragam, dengan minimum M 4.1 hingga maksimum M 5.3.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hingga pukul 06.00 WIB, hasil monitoring BMKG baru terjadi 8 kali gempa susulan (aftershock) dengan Magnitudo minimum gempa susulan M 4.1 dan magnitudo Maksimum gempa susulan M 5.3," ujar Daryono lewat pesan teks, Kamis (12/8).
Ia menjelaskan episenter gempa yang terletak di Kecamatan Melonguane, Kabupaten Talaud, Sulut itu pusat gempa berada di koordinat 6,45 derajat Lintang Utara dan 126,73 derajat Bujur Timur tepatnya di laut pada jarak 63 kilometer timur Pondaguitan, Filipina atau 270 kilometer arah Utara Melonguane, Kepulauan Talaud, dengan kedalaman 44 kilometer.
Dia mengatakan dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempa yang terjadi merupakan jenis gempa dangkal akibat aktivitas subduksi Lempeng Laut Filipina yang menunjam ke bawah Filipina di zona megathrust.
Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan, gempa memiliki mekanisme pergerakan naik (thrust fault) yang merupakan ciri khas sumber gempa di zona tumbukan lempeng di zona megathrust.
Lebih lanjut Daryono menjelaskan guncangan gempa dirasakan sangat kuat di wilayah Davao Filipina mencapai skala intensitas V-VI MMI yang berpotensi merusak.
"Sementara itu gempa juga dan dirasakan kuat di wilayah Indonesia khususnya di Kepulauan Talaud dalam skala intensitas III-IV MMI dimana guncangan dirasakan oleh orang banyak. Gempa juga dirasakan di Sangihe dan Bitung dalam intensitas II - III MMI," ujar Daryono.
Sebagai informasi skala MMI adalah satuan untuk mengukur kekuatan gempa bumi, dengan rentang paling lemah (I)-paling kuat (XII).
Kendati demikian hasil pemodelan menunjukkan bahwa gempa ini tidak berpotensi tsunami. Hal ini dijelaskan Daryono karena kedalamannya yang relatif dalam untuk dapat memicu terjadinya gangguan kolom air laut dan memicu tsunami.
Hingga kini ini belum ada laporan dampak kerusakan yang ditimbulkan akibat gempa tersebut. Hal itu disebutnya lantaran jarak phsat gempa ke daratan dari wilayah Fikipuna cukup jauh, yakni sekitar 80 kilometer.
"Jika memang tidak ada dampak kerusakan adalah wajar, karena jarak pusat gempa ke daratan wilayah daratan Filipina cukup jauh sekitar 80 kilometer," tuturnya.
Daryono juga mencatat sejarah gempa besar di zona Tunjaman Lempang Laut Filipina yang cukup banyak. Ini menunjukkan bahwa di wilayah itu sudah sering terjadi gempa besar dan merusak pada masa lalu. Di antaranya yakni:
-Gempa Kepulauan Talaud 23 Oktober 1914 (M 7,4).
-Gempa Davao 14 April 1924 (M 8,2)
-Gempa Davao 25 Mei 1943 (M 7,6)
-Gempa Halmahera 27 Maret 1949 (M 7,0).
-Gempa Davao 19 Maret 1952 (M 7,7)
-Gempa Kepulauan Talaud 24 September 1957 (M 7,2).
-Gempa Halmahera Utara dan Morotai 8 September 1966 (M 7,7).
-Gempa Kepulauan Talaud 30 Januari 1969 (M 7,6).
-Gempa Maluku Utara dan Morotai Morotai pada 26 Mei 2003 (M 7,0).