Jakarta, CNN Indonesia --
Sederet fenomena antariksa pada bulan Agustus di akhir pekan ini dapat disaksikan di langit Indonesia. Berbagai fenomena itu sudah tercatat mulai dari Konjungsi Bulan-Saturnus hingga Blue Moon atau Bulan Biru.
Pada akhir pekan ini Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) membeberkan beberapa fenomena itu. Berikut rangkuman fenomena antariksa yang dapat disaksikan di sebagian langit Indonesia pada pekan ketiga Agustus 2021:
Konjungsi Tripel Bulan-Saturnus-Jupiter
19-23 Agustus
Fenomena ini berlangsung selama lima hari mulai Kamis(19/8) hingga Senin (23/8). Anda dapat menyaksikan fenomena ini dari arah Timur-Tenggara Sejak 20 hingga 45 menit setelah Matahari terbenam hingga pukul 03.00 sampai 4.30 waktu setempat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kecerlangan Jupiter Konstan di -2,87 sedangkan kecerlangan Saturnus bervariasi antara +0,31 hingga +0,33. Bulan berfase bulan Besar hingga Bulan Susut ketika berkonjungsi dengan Jupiter dan Saturnus.
Pada fase awal, Bulan berada di konstelasi Sagitarius, sedangkan Jupiter dan Saturnus berada di konstelasi Capricornus. Keesokan harinya, Bulan berpindah menuju Capricornus bersama Jupiter dan Saturnus selama dua hari berturut-turut. Kemudian, Bulan berpindah menuju Aquarius meninggalkan Jupiter dan Saturnus selama dua hari.
Oposisi Jupiter
20 Agustus
Fenomena oposisi Jupiter terjadi pada malam ini (20/8) saat ketika Jupiter, Bumi dan Matahari berada pada satu garis lurus. Oposisi pada Jupiter disebut sama dengan fase oposisi Bulan atau purnama, sehingga Jupiter dapat terlihat paling terang jika teramati dari Bumi.
Puncak oposisi Jupiter terjadi pada pukul 07.53 WIB/ 08.53 WITA/ 08.53 WIT dengan magnitudo tampak sebesar -2,9.
Lebar sudut Jupiter ketika oposisi sebesar 0,82 menit busur dengan jarak 4.013 sa atau 600,3 juta kilometer dari Bumi.
Sayangnya Jupiter masih di bawah ufuk saat oposisi jika diamati di Indonesia, sehingga baru dapat diamati dari arah Timur-Tenggara hingga Barat-Barat Daya sejak sebelum Matahari terbenam hingga setelah Matahari terbit, seperti dikutip dari situs LAPAN. https://edukasi.sains.lapan.go.id/artikel/fenomena-astronomis-agustus-2021/304
Pada hari Minggu, pengamat di Indonesia dan seluruh dunia bisa menikmati fenomena Blue Moon atau Bulan Biru yang sebenarnya merupakan fase Bulan purnama. Istimewanya, Bulan purnama kali ini bertepatan dengan fase oposisi solar Bulan. Ini adalah konfigurasi ketika Bulan terletak membelakangi Matahari dan segaris dengan Bumi dan Matahari.
Mengingat orbit Bulan yang membentuk sudut 5,1 derajat terhadap ekliptika, Bulan tidak selalu memasuki bayangan Bumi ketika fase Bulan purnama, sehingga setiap fase Bulan purnama tidak selalu beriringan dengan gerhana Bulan.
Puncak fase Bulan purnama ini terjadi pada 22 Agustus 2021 pukul 19.01 WIB/ 20.01 WITA/ 21.01 WIT, dengan jarak 379.229 kilometer dari Bumi, dan terletak di konstelasi Aquarius.
Bulan purnama dapat disaksikan dari arah Timur-Tenggara ketika terbenam Matahari, berkulminasi di dekat Zenit dan terbenam di arah Barat-Barat Daya sebelum terbit Matahari.
Peneliti Pusat Sains Antariksa LAPAN, Andi Pangerang mengatakan fase Bulan Purnama saat ini dapat dikatakan Blue Moon atau Bulan Biru. Istilah itu sudah digunakan sejak 400 tahun lalu, pertama disebut oleh penutur cerita rakyat berkebangsaan Kanada, Philip Hiscock.
"Seorang penutur cerita rakyat berkebangsaan Kanada, Dr. Philip Hiscock, mengusulkan bahwa penyebutan "Bulan Biru" bermakna bahwa ada hal yang ganjil dan tidak akan pernah terjadi," ujar Andi seperti dikutip akun Instagram LAPAN.
[Gambas:Instagram]
Lebih lanjut ia mengatakan Bulan Biru Bulanan dapat terjadi jika Bulan Purnama terjadi di sekitar awal bulan Masehi. Hal ini dikarenakan rata-rata lunasi sebesar 29,53 hari, lebih pendek dibandingkan dengan 11 bulan dalam kalender Masehi.
Ia mengatakan Bulan Biru Musiman terjadi sedikit lebih jarang ketimbang Bulan Biru Bulanan. Dalam 1100 tahun antara tahun 1550 dan 2650, hanya ada 408 Bulan Biru Musiman dan 456 Bulan Biru Bulanan.
"Dengan demikian, baik musiman maupun bulanan, Bulan Biru terjadi kira-kira setiap dua atau tiga tahun," pungkasnya.
Andi menilai Bulan Biru yang benar-benar berwarna biru terbilang sangat langka, dan tidak ada hubungannya dengan kalender, fase Bulan atau jatuhnya musim. Hal itu dijelaskan Andi akibat dari kondisi atmosfer, Abu vulkanik dan kabut asap, droplet di udara, atau jenis awan tertentu dapat menyebabkan Bulan Purnama tampak kebiruan.