Jakarta, CNN Indonesia --
Fenomena laut menyala tidak hanya terjadi di selatan pulau Jawa dan kawasan Indonesia pada umumnya. Tapi ditemukan juga dilokasi lain di sekitar Samudra Hindia.
Selain di selatan Jawa, perisitwa ini tampak juga di beberapa lokasi hingga lepas pantai Afrika Timur yang meliputi Teluk Aden, Laut Somalia hingga Selat Guardafui. Hal ini seperti dikutip dari penjelasan yang tertera di situs Sekolah Teknik Walter Scott, Jr., Universitas Negeri Colorado.
Penampakan laut yang bercahaya di sekitar perairan Indonesia bahkan sempat dituliskan seorang nahkoda kapal asal Amerika yang mendapatkan fenomena itu di lepas pantai Jawa pada 1854. Ia menggambarkan fenomena tersebut sebagai berikut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Seluruh tampilan lautan seperti dataran yang tertutup salju. Awan terlihat jarang di langit. Namun langit...tampak hitam seperti badai mengamuk."Kapten Kingman dari kapal clipper Amerika Shooting Star, lepas pantai Jawa, Indonesia, 1854 |
"Seluruh tampilan lautan seperti dataran yang tertutup salju. Awan terlihat jarang di langit. Namun langit...tampak hitam seperti badai mengamuk. Pemandangan itu salah satu kemegahan yang mengerikan, laut telah berubah menjadi berwarna fosfor, dan langit yang digantung dalam kegelapan, bintang-bintang padam, tampaknya menunjukkan bahwa semua alam sedang mempersiapkan untuk kebakaran besar terakhir yang dipercaya terjadi untuk memusnahkan dunia material ini," demikian tertera dalam catatan Kapten Kingman dari kapal clipper Amerika Shooting Star, lepas pantai Jawa, Indonesia, 1854
Charles Darwin, saat dia berlayar di dekat Amerika Selatan pada malam yang gelap di atas kapal H.M.S. Beagle, melihat gelombang air bercahaya. Dia menyebutnya sebagai 'tontonan yang paling indah'.
Sejauh mata memandang, dia mengatakan "puncak setiap gelombang air itu sangat terang, seperti api yang tengah menyala dan menerangi langit," tulisnya.
 Foto satelit yang menunjukkan laut selatan Jawa bercahaya (engr.source.colostate.edu) |
Mitos laut bercahaya
Pengamatan soal laut yang bercahaya ini sudah menjadi mitos sejak ratusan tahun lalu. Namun, karena ini adalah peristiwa langka, sehingga para peneliti kesulitan untuk mengetahui kapan dan dimana kejadian ini terjadi.
Oleh karena itu, penelitian mengenai fenomena ini sangat terbatas. Namun, kini dengan memanfaatkan satelit, peneliti bisa memetakan dimana peristiwa ini terjadi.
Orang Yunani dan Romawi tahu tentang makhluk laut bercahaya serta fenomena air laut yang lebih umum yang dapat menyala dalam warna hijau kebiruan.
Dikutip NY Times, Bioluminescence laut kerap dikaitkan dengan makhluk mengerikan yang memiliki tinta menyala. Salah satu hewan laut yang sering dikaitkan yakni anglerfish, yang memiliki penerangan menjuntai di depan giginya. Sebaliknya, hipotesis lainnya menyatakan bahwa lautan bercahaya berasal ketika triliunan bakteri kecil menyala secara serempak.
Kini, para ilmuwan melaporkan bahwa bioluminesensi laut yang kuat dan berskala besar membuat satelit yang mengorbit setinggi lima ratus mil dapat melihat lapisan mikroorganisme bersinar di laut.
Pada bulan lalu para peneliti menceritakan tentang penemuan petak bercahaya di selatan Jawa pada 2019 yang terlihat besar dari gabungan wilayah Vermont, New Hampshire, Massachusetts, Rhode Island, dan Connecticut.
"Itu adalah pencerahan," kata Steven D. Miller, penulis utama studi bioluminesensi dan spesialis observasi satelit di Colorado State University.
Para ilmuwan menyatakan citraan yang dikumpulkan antara Desember 2012 hingga Maret 2021 dari sepasang satelit memungkinkan mereka mengidentifikasi belasan penemuan besar.
Penemuan yang dilakukan menggunakan citra satelit disebut membuka dunia baru untuk membantu pelacakan dan studi lautan yang bercahaya, yang asal-usulnya belum diketahui.
Kenneth H. Nealson, pelopor penelitian bioluminesensi di University of Southern California, menyebut penemuan itu sebagai langkah besar menuju kemampuan untuk memahami bagaimana misteri abadi laut benar-benar terjadi.
Dr. Nealson, yang tidak terlibat dalam penelitian satelit dan tim melaporkan pada 1970 bahwa suspensi encer dari jenis bakteri tertentu disebut tidak memancarkan sinar. Namun jika dibiarkan berkembang biak, mikroba dapat tiba-tiba menyala seperti lampu.
[Gambas:Photo CNN]
Dikutip The Conversation, jejak penemuan Dr. Miller dimulai hampir dua dekade lalu ketika obrolan makan siang menimbulkan pertanyaan apakah bioluminesensi laut mungkin terlihat dari luar angkasa.
Saat bekerja di Laboratorium Penelitian Angkatan Laut AS di Monterey, California, pada tahun 2004, ia mulai menggunakan citra satelit yang biasanya digunakan untuk mendeteksi cuaca.
Tak lama kemudian, dia menemukan bahwa di barat laut Samudera Hindia ada tumbukan bercahaya yang berukuran hampir seluas wilayah Connecticut, Amerika Serikat.
Peter Herring, seorang ahli biologi kelautan Inggris yang dikenal karena karyanya tentang bioluminesensi menyebut pantauan lewat citra satelit itu dinilai penting, usai berabad-abad ketidakpastian itu meningkatkan prospek untuk mengungkap apa di balik lingkaran bercahaya itu.
Dalam 200 kali penampakan yang terjadi selama abad ke-19, peneliti baru satu kali melakukan riset melewati permukaan air laut yang mengalami fenomena itu yakni pada 1985.
Para peneliti menyatakan bahwa fenomena aneh seperti laut bercahaya disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri yang bisa memancarkan cahaya atau ganggang laut di permukaan air.
Sedangkan dari pengamatan citra satelit, fenomena itu bisa ditangkap menggunakan sensor Indera Siang-Malam. Sensor satelit itu bisa mendeteksi cahaya di permukaan air laut yang terjadi di samping cahaya dari wilayah daratan.
"Sensor Indera Siang-Malam satelit tidak berhenti memukau dengan kemampuannya mengungkapkan cahaya di kegelapan malam. Layaknya Kapten Ahab di novel Moby-Dick, memburu fenomena permukaan laut bercahaya sudah menjadi perhatian saya selama bertahun-tahun," kata calon Direktur CIRA, Steve Miller.
Miller menyatakan dia dan tim peneliti menemukan 12 fenomena itu muncul dan menghilang antara 2012 sampai 2021. Selain itu, fenomena tersebut hanya bisa disaksikan pada malam hari dan mengikuti pergerakan air dan arus laut.
"Fenomena air laut bercahaya adalah kejadian alam yang belum bisa kami jelaskan," ujar Miller.
[Gambas:Photo CNN]
Milky seas, kata Miller, merupakan bagian terkenal dari cerita rakyat maritime. Tetapi karena sifatnya yang terpencil dan sulit dipahami, mereka sangat sulit untuk dipelajari dan lebih menjadi bagian dari cerita rakyat itu daripada sains.
Dilansir dari Space, sampai saat ini, hanya satu kapal penelitian yang pernah menemukan milky seas. Kru mengumpulkan sampel dan menentukan strain bakteri bercahaya yang disebut Vibrio harveyi yang menjajah alga di permukaan air.
Tidak seperti bioluminesensi yang terjadi di dekat pantai, di mana organisme kecil yang disebut dinoflagellata berkedip cemerlang ketika terganggu, bakteri bercahaya bekerja dengan cara yang sama sekali berbeda. Begitu populasi mereka menjadi cukup besar, sekitar 100 juta sel individu per mililiter air, mereka semua mulai bersinar dengan mantap.
Namun ahli biologi tahu persis tentang bakteri ini, apa yang menyebabkan tampilan masif ini tetap menjadi misteri. Karena jika bakteri yang tumbuh di alga adalah penyebab utama milky seas, maka seharusnya mereka akan terjadi di semua tempat dan dalam waktu yang lama.