Simensen menjelaskan bahwa ledakan dapat menghancurkan hampir seluruh Gedung karena ledakan dari reaksi aluminium dan air seperti ledakan dinamit. Sehingga ia menilai bahwa hal tersebut cukup kuat untuk menghancurkan bangunan.
"Bagian atas akan jatuh di atas bagian yang tersisa di bawah, dan beratnya lantai atas cukup untuk menghancurkan bagian bawah bangunan," ujarnya.
Tepat sebelum dua gedung pencakar langit New York runtuh, ledakan kuat di dalam gedung terdengar cukup kuat, membuat banyak orang percaya bahwa balok baja yang terlalu panas di gedung itu bukanlah penyebab keruntuhan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Simensen menjelaskan bahwa pesawat yang menabrak Gedung menyebabkan bahan-bahan di sepanjang jalur tabrakan ikut terbakar. Namun zona yang benar-benar panas adalah pada titik pesawat berhenti.
Hal tersebut menyebabkan lambung pesawat menyerap panas yang sebagian besar berasal dari bahan bakar pesawat yang terbakar.
Kemudian, panas tersebut melelehkan aluminium lambung pesawat, dan aluminium cair kemudian menetes ke bawah dan bertemu dengan air sehingga mengalami reaksi kimia.
"Saya percaya beberapa tangki bahan bakar pesawat pasti mengalami kerusakan besar, tetapi sebagian besar dari mereka akan terbelah dua ketika mereka bertemu dengan balok baja di gedung-gedung, dan oleh karena itu perkembangan api cukup konstan," paparnya.
Lebih lanjut, ilmuwan material SINTEF itu juga meyakini bahwa pesawat-pesawat berhenti di semacam cekungan puing-puing bangunan. Paduan aluminium lambung pesawat, kata Simensen, akan meleleh pada suhu 660 derajat Celcius.
"Jika aluminium cair dipanaskan lebih lanjut hingga suhu 750 derajat celcius, menjadi cair seperti air. Saya menduga bahwa inilah yang terjadi di dalam Twin Tower, dan aluminium cair kemudian mulai mengalir ke lantai di bawahnya," katanya.
Alumunium, kata Simensen, akan segera bereaksi terhadap air dan reaksi ini juga melepaskan hidrogen. Reaksi seperti itu sangat kuat ketika katalis hadir, dan dapat menaikan suhu hingga lebih dari 1500 derajat celcius.
"Industri aluminium telah melaporkan lebih dari 250 ledakan aluminium-air sejak tahun 1980. Alcoa Aluminium melakukan percobaan di bawah kondisi terkendali, di mana 20 kilogram aluminium yang dilebur dibiarkan bereaksi dengan 20 kilogram air, yang ditambahkan beberapa karat. Ledakan itu menghancurkan seluruh laboratorium dan meninggalkan kawah berdiameter 30 meter," kata Simensen.
Laporan resmi tentang runtuhnya Gedung pencakar langit WTC sebelumnya sudah disusun oleh komisi yang ditunjuk oleh pemerintah federal dan sejak itu didukung oleh publikasi lain.
Laporan tersebut sampai pada kesimpulan bahwa disebabkan oleh pemanasan dan struktur baja yang lemah di tengah bangunan. Namun, menurut Simensen kesimpulan tersebut tidak akurat dan dinilai terlalu terburu buru.
"Komisi pemerintah federal tidak cukup memperhitungkan fakta bahwa pesawat membawa 30 ton aluminium ke masing-masing dari dua Menara," katanya.