Indonesia memiliki jumlah gunung api aktif terbanyak di dunia yakni 127 gunung dan juga menduduki peringkat pertama dengan jumlah korban jiwa berjibun.
Hal tersebut terjadi karena posisi Indonesia yang berada di antara pertemuan dari tiga lempeng yakni lempeng Eurasia, lempeng Indo Australia, dan lempeng Pasifik.
Koordinator Kelompok Mitigasi Gunung Api, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi, Kristianto, menjelaskan bahwa selain ketiga lempeng tersebut ada juga lempeng minor yang ada dari utara yaitu lempeng dari Filipina.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi pertemuan dari lempeng ini mengakibatkan Indonesia kaya akan gunung api, dan rawan bencana geologi," kata Kristianto kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Jumat (24/9).
Kristianto juga mengatakan bahwa saat ini terdapat beberapa gunung api di Indonesia yang tergolong ke dalam level 3 atau siaga, diantaranya Gunung Sinabung di Sumatera Utara, Gunung Merapi di Jawa tengah dan Gunung Lewotolok di NTT.
Kristianto juga memaparkan bahwa jumlah korban jiwa akibat letusan gunung api di Indonesia terbilang terbanyak di dunia. Yang paling banyak mengakibatkan korban adalah pada kurun waktu 1800 an.
"Yang paling banyak mengakibatkan korban jiwa itu sejak 1800 an. Ada yang kecil-kecil sebelum 1800 an, namun yang paling besar contohnya adalah letusan Tambora 1815, ada sekitar 92 ribu korban jiwa," ungkap Kristianto.
Selain itu, ada juga letusan Gunung Galunggung di Jawa barat pada 1822 yang mengakibatkan korban jiwa sebanyak 4.011 jiwa. Kemudian yang paling terkenal ada letusan anak Gunung Krakatau pada 1883 yang memakan 36.541 korban jiwa.
"Itu yang lumayan besar pada waktu itu," imbuh Kristianto.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nur Chasanah dalam Jurnal Teknik Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), letusan Gunung Krakatau 1883, menyebabkan tsunami besar yang juga menyapu hampir seluruh pantai di Lampung, Banten, hingga Jakarta.
Kristianto menjelaskan bahwa sejak 1920 sistem pemantauan gunung api semakin modern sehingga proses mitigasi pun semakin meningkat demi menghindari banyak korban jiwa.
"Terutama sistem mitigasi ini sudah mulai baik sejak 1980 karena sistem pemantauannya semakin modern dengan menggunakan sistem Telemetry," katanya.
Dengan demikian penyelidikan geologi sejak 1920 itu sudah semakin digencarkan sehingga makin ke sini peta geologi gunung api untuk tipe A atau gunung api yang memiliki catatan sejarah letusan sejak tahun 1600, itu sudah semakin baik.