BRIN Jelaskan Penampakan Aurora di Langit Yogyakarta
Peneliti Klimatologi pada Pusat Riset Sains dan Teknologi Atmosfer-BRIN, Erma Yulihastin menjelaskan fenomena alam aurora di langit Yogyakarta merupakan fenomena "langit glowing".
Sebelumnya fenomena alam aurora di langit Yogyakarta berhasil diabadikan seorang fotografer di kawasan Tumpeng Menoreh, DIY dan diunggah oleh akun instagram @merapi_uncover akhir pekan lalu. Kemudian foto itu viral di media sosial.
"Masih ingat cerita 'Api di Bukit Menoreh?' Ternyata, pada kamis malam (30/9), Menoreh mengeluarkan 'api' yang indah di malam hari dengan warna kehijauan. Langit berwarna kehijauan ini merupakan fenomena yang disebut dengan langit glowing," kata Erma dalam keterangan tertulis diterima Senin, (4/1).
Menurut Erma langit glowing dicirikan oleh langit yang memancarkan cahaya kehijauan di malam hari akibat keberadaan gelombang gravitasi atmosfer (GGA, dalam bahasa Inggris disebut Atmospheric Gravity Wave).
Lebih lanjut, Erma juga menjelaskan bahwa GGA merupakan gelombang gravitasi yang terdapat di atmosfer dengan skala planet yang dapat terbentuk karena suatu gangguan di atmosfer pada suatu lokasi tertentu sehingga mengganggu lapisan-lapisan di atmosfer dari permukaan hingga lapisan yang paling tinggi di atmosfer seperti lapisan mesosfer.
Berdasarkan laporan yang diterbitkan oleh American Geophysical Union dalam Journal of the Geophyisical Research Atmosphere pada 16 November 2020 (Smith dkk., 2020), GGA yang tampak kehijauan ini berkaitan dengan aktivitas badai skala meso yang terjadi sekitar 100 km dari tempat di mana langit glowing tersebut dapat diamati dengan mata telanjang.
Menurut Erma, fenomena langit glowing di Yogyakarta juga berkaitan dengan aktivitas badai skala meso.
"Pengamatan terhadap data dari Satellite-Based Disaster Early Warning System (SADEWA)-BRIN menunjukkan badai skala meso yang kuat dan meluas terbentuk di atas lautan berjarak sekitar 200 km dari lokasi, di Selat Karimata sebelah barat Kalimantan. Badai skala meso ini sepanjang hari bergerak seperti pendulum, pada awalnya terbentuk di Sumatra pagi hari lalu menuju timur ke arah Kalimantan melintasi laut Tiongkok Selatan hingga sore hari," ujarnya.
Erma juga menyebut pada malam hari badai ini bergerak kembali dari Kalimantan menuju ke laut dan menetap di sana hingga tengah malam. Aktivitas badai skala meso yang bergerak bolak-balik seperti pendulum ini kemungkinan yang telah menjadi pengganggu bagi lapisan-lapisan di atmosfer sehingga terbentuklah GGA yang sangat kuat dan penampakannya dapat dilihat di suatu lokasi di Jawa Tengah.
(mrh/mik)