Asmadi mulai menjajal jadi penyelam harta karun saat pada pertengahan 2017. Dirinya kagum dengan cara para penyelam yang sudah dikenalnya sejak kecil, berhasil meraih kekayaan dengan cara menjual barang kuno yang ditemukan di dasar Sungai Musi. Asmadi yang saat itu masih berkuliah dan bekerja sambilan sebagai karyawan jasa area parkir, mulai belajar dan menekuni profesi penyelam harta karun.
Awalnya Asmadi hanya satu pekan sekali mencoba menyelam, sambil belajar kepada penyelam yang sudah senior untuk memahami teori dan teknik menyelam. Setelah beberapa saat belajar, dirinya memutuskan untuk berhenti bekerja dan fokus menjadi penyelam pada awal 2018.
"Saya mulai berhenti bekerja setelah merasakan menjual barang kuno hasil menyelam ini hasilnya lebih bagus daripada bekerja. Akhirnya setelah lulus kuliah, berhenti bekerja, saya mendalami profesi baru saya ini," ujar lulusan Universitas Stisipol Candradimuka Palembang Jurusan Administrasi Negara ini kepada CNNIndonesia.com.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejak kecil, Asmadi mengaku memang tertarik dengan sejarah, terutama tentang Kerajaan Sriwijaya yang dulu berpusat di Palembang. Setelah berprofesi sebagai pencari harta karun, Asmadi semakin mendalami ketertarikannya tersebut untuk mengetahui barang-barang yang ditemuinya di bawah dasar permukaan Sungai Musi.
Dirinya banyak membaca buku, literatur, dan referensi lainnya untuk mengetahui identitas dan asal-muasal barang kuno yang ditemukan. Mencari referensi pun dilakukan untuk mengetahui nilai sejarah dan ekonomis barang kuno tersebut agar bisa menentukan harga jual yang lebih baik.
Asmadi dan penyelam lainnya di Sungai Musi pun menggunakan pompa air untuk menyedot pasir dari dasar sungai untuk kemudian mencari barang-barang berharga yang terkubur di dalamnya. Bahkan dari dasar permukaan, tak jarang para penyelam menggali dan menyedot pasir hingga kedalaman 35 meter untuk mendapatkan barang kuno yang usianya sangat tua.
Hingga saat ini, masih terdapat 30-40 kapal aktif pencari barang antik di sepanjang aliran Sungai Musi di Palembang. Setiap kapal berisi satu tim dengan 4-5 orang yang bekerja sama. Sebanyak 2-3 orang berperan sebagai penyelam, sisanya berjaga di atas kapal sambil menyaring pasir yang dihisap untuk mencari barang berharga di dalamnya.
Meskipun secara kuantitas jumlah temuan barang-barang antik dari Sungai Musi tidak sebanyak temuan di tahun-tahun sebelumnya, namun masih ada yang bisa dijual dengan harga tinggi. Hingga saat ini para penyelam masih bisa bertahan hidup menggantungkan ekonomi keluarganya dengan setiap hari menyelam di Sungai Musi.
(idz/eks)