Sebuah penelitian terbaru menemukan bahwa kobaran api telah membumi hanguskan hutan di Antartika 75 juta tahun yang lalu, ketika dinosaurus masih berkeliaran di Bumi.
Selama periode Cretaceous akhir atau periode kapur akhir (100 juta hingga 66 juta tahun yang lalu) yang merupakan salah satu periode terpanas di Bumi, Pulau James Ross di Antartika adalah rumah bagi hutan konifer beriklim sedang, pakis, dan tanaman berbunga yang dikenal sebagai Angiospermae.
Meski demikian tempat itu tidak sepenuhnya hadir sebagai 'surga', paleo-api kuno membakar bagian-bagian hutan itu hingga kering, meninggalkan sisa-sisa arang yang kini telah diambil dan dipelajari oleh para ilmuwan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penemuan ini memperluas pengetahuan tentang terjadinya kebakaran vegetasi selama periode Kapur, menunjukkan bahwa episode seperti itu lebih umum daripada yang dibayangkan sebelumnya," kata Jorge de Lima, ahli paleobiologi di Universitas Federal Pernambuco di Recife, Brasil yang juga ketua peneliti studi Flaviana.
Penelitian yang dipublikasikan secara online pada 20 Oktober di jurnal Polar Research itu menandai bukti pertama dalam catatan kebakaran paleo di Pulau James Ross, bagian dari Semenanjung Antartika yang sekarang berada di selatan Amerika Selatan.
Selain itu penemuan ini menambahkan bukti bahwa kebakaran spontan biasa terjadi di Antartika selama zaman Campanian (sekitar 84 juta hingga 72 juta tahun yang lalu).
Mengutip Science Direct, sebuah penelitian di jurnal Palaeogeography, Palaeoclimatology, Palaeoecology, pada tahun 2015, dalam sebuah studi terpisah, para peneliti mendokumentasikan bukti pertama yang diketahui tentang kebakaran hutan zaman dinosaurus di Antartika Barat.
Tim ilmuwan internasional menganalisis fosil yang dikumpulkan selama ekspedisi 2015-2016 ke bagian timur laut Pulau James Ross. Fosil-fosil ini berisi fragmen tanaman yang tampak seperti residu arang, yang telah lapuk selama puluhan juta tahun terakhir.
Fragmen arang berukuran kecil ia hanya berukuran 0,7 kali 1,5 inci (19 kali 38 milimeter). Tetapi pemindaian gambar mikroskop elektron mengungkapkan identitas mereka. Fosil ini kemungkinan adalah gymnospermae yang terbakar, dan kemungkinan berasal dari keluarga botani pohon jenis konifera yang disebut Araucariaceae.
Dilansir dari Science Alert, kebakaran hutan yang intens sering terjadi dan meluas selama akhir periode Kapur, sebagian besar bukti kebakaran ini terletak di Belahan Bumi Utara, dengan beberapa kasus yang terdokumentasi di Belahan Bumi Selatan di tempat yang sekarang disebut Tasmania, Selandia Baru, dan Argentina.
Selama akhir periode kapur, superbenua Gondwana pecah dan membuat tempat-tempat seperti Antartika menjadi lebih terisolasi dari sebelumnya. Para peneliti mencatat bahwa wilayah bebas es ini memiliki banyak sumber pengapian, termasuk sambaran petir, bola api dari meteor yang jatuh, dan aktivitas gunung berapi, serta vegetasi yang mudah terbakar dan kadar oksigen tinggi yang membantu api mudah membakar.
"Antartika memiliki aktivitas vulkanik intens yang disebabkan oleh tektonik selama periode kapur, seperti yang ditunjukkan oleh keberadaan sisa-sisa fosil di strata yang terkait dengan jatuhan abu," tulis para peneliti dalam penelitian tersebut. "Masuk akal bahwa aktivitas gunung berapi memicu kebakaran hutan era paleo yang menciptakan arang yang dilaporkan di sini."
Saat ini, para peneliti sedang mencari catatan baru kebakaran paleo di lokasi lain di Antartika.