Kejadian tersebut membuat pemerintah Korea Selatan memutuskan untuk memperkuat aturan terkait Internet of Things, karena 63 persen dari masyarakat Korea Selatan tinggal di sebuah apartemen.
Saat ini pemerintah disebut tengah melakukan pratinjau pada regulasi keamanan daring setelah serangan tersebut terjadi.
Keputusan Korea Selatan untuk memperkuat keamanan di dunia digital disebut sebagai pergeseran dari keengganan pemerintah untuk berinvestasi dalam keamanan siber. Padahal negara ini menjadi pusat kekuatan teknologi dengan salah satu jaringan internet tercepat di dunia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Sains dan Teknologi mengatakan penduduk menghadapi risiko nyata dari ancaman dunia maya.
Kim Nam-seung, wakil direktur yang bertanggung jawab atas keamanan siber di kementerian mengatakan insiden ini menunjukkan orang-orang yang tinggal di apartemen perlu waspada tentang keamanan daring mereka.
"Insiden ini menarik perhatian publik karena perangkat wall pad, bukan komputer rumah atau ponsel, diretas, dan privasi rumah dilanggar secara luas," kata Kim.
"Ini juga menyoroti pentingnya pengguna menghindari kata sandi yang mudah ditebak, mengunduh pembaruan patch keamanan secara teratur dan menggunakan produk yang didukung pemerintah dengan tembok keamanan yang kokoh," tambahnya.
Pemerintah telah bergerak untuk memaksa perusahaan konstruksi untuk memutuskan jaringan sistem rumah pintar untuk setiap apartemen. Hal ini dilakukan untuk mencegah peretas mengakses perangkat seluruh bangunan tempat tinggal melalui satu serangan.
"Cara terbaik untuk memadamkan api adalah dengan mencegah kebakaran. Cara terbaik untuk melawan peretasan adalah dengan mencegahnya melalui firewall yang solid dan tindakan pencegahan pengguna," kata Kim.
Kekhawatiran atas jaringan sistem rumah telah dimulai sejak beberapa tahun lalu.
Dilansir dari Korea Times, pada 2018, surat kabar lokal Busan Ilbo yang berbasis di Busan dan provinsi Gyeongsang Selatan melaporkan telah mempekerjakan dua mahasiswa pascasarjana ilmu komputer untuk meretas jaringan pintar sebuah bangunan tempat tinggal yang baru dibangun untuk menguji tingkat keamanannya.
Hanya dalam satu hari, mahasiswa tersebut berhasil membuka pintu satu rumah dan mengintip ke rumah lain melalui kamera yang dipasang untuk panggilan video antar warga.
Kemudian surat kabar tersebut melaporkan bahwa para siswa bahkan dapat menghidupkan dan mematikan katup dan lampu gas, serta mengubah suhu pemanas rumah.
Menyusul laporan itu, kementerian sains dan teknologi menyarankan warga untuk membuat kata sandi unik dan memperbarui sistem rumah mereka secara teratur. Para ahli juga menyarankan warga secara fisik untuk menutupi kamera saat tidak digunakan.
(lnn/mik)