Pendiri Drone Emprit dan Media Kernels Indonesia, Ismail Fahmi menganalisis peta percakapan warganet usai terjadinya pengeroyokan sekelompok massa kepada Ade Armando, Ketua Pergerakan Indonesia untuk Semua (PIS).
Nama Ade Armando belakangan ramai di pemberitaan karena dikeroyok sekelompok demonstran di depan Gedung DPR-RI. Kehebohan ini sampai meramaikan lini masa twitter.
Ismail menilai warganet di Twitter terbagi dua klaster yang artinya ada perbedaan dalam berpendapat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Peta netizen di Twitter membentuk dua klaster yang terhubung oleh bridge. Menandakan netizen tidak benar-benar diametral melihat peristiwa yg menimpa AA (Ade Armando)," ujar Ismail lewat Twitter pribadinya, Selasa (12/4).
Ismail mengatakan pihak yang mendukung Ade mengutuk pengeroyokan tersebut, dan meminta pihak berwenang menangkap pelaku.
Pihak pro Ade tersebut juga menuding kelompok kadrun sebagai pelaku pengeroyokan.
Sebagai informasi istilah Kadrun merupakan akronim dari kadal gurun. Kadrun kerap ditujukan kepada orang yang dipengaruhi oleh gerakan ekstremisme dan fundamentalisme, dan untuk menandai pihak yang dicap radikal.
Di samping itu Ismail menilai pihak yang kontra, senang dengan penganiayaan Ade. Ada pula yang menyalahkan Ade lantaran ia dianggap kerap berkomentar kontroversi.
Ismail menjelaskan analisis emosional dari peta percakapan tersebut menunjukkan kemarahan dari kedua kubu, yaitu pro Ade dan kontra Ade.
Kemudian ia menyimpulkan rangkaian narasi tuntutan demo mahasiswa pada akhirnya tertutup oleh percakapan tentang 'Ade Armando'.
"Substansi tuntutan mahasiswa dalam demo akhirnya tertutupi oleh pro-kontra dari para pendukung AA dan yang kontra AA dalam menyikapi kekerasan yang terjadi pada AA," ujar Ismail.
Lebih lanjut Ismail menilai peristiwa yang menimpa Ade memperlihatkan polarisasi dan kebencian yang sudah sangat tajam, dan respon kedua kubu Pro-Kontra AA tampak semakin mempertajam polarisasi dengan penggunaan istilah 'kadrun dan cebong'.
Di samping itu Ismail menilai bangsa Indonesia perlu menemukan cara untuk menghentikan penggunaan istilah Kadrun dan Cebong dari para influencer dan pendukungnya.
Hal itu lantaran menurut Ismail istilah tersebut telah merugikan bangsa Indonesia, lewat narasi-narasi yang digaungkan para influencer.
(can/mik)