Perokok Berat Cuma Bisa Berharap dari Faktor Gen Jika Risau Kanker
Para ilmuwan meneliti penyebab perokok berat tidak terkena kanker paru-paru, padahal risiko penyakit ini cukup tinggi bagi para penikmat nikotin. Faktor genetik disebut menjadi penyebabnya.
Merokok diketahui dapat menyebabkan sejumlah penyakit, mulai dari impotensi, serangan jantung, dan berbagai jenis kanker, di antaranya kanker paru-paru.
Tentunya cara yang dianggap paling aman untuk terhindar dari penyakit itu adalah dengan tidak merokok. Tetapi sebuah penelitian yang diunggah di jurnal Nature pada 11 April 2022 menunjukkan, ada sekelompok orang yang tetap merokok, tetapi potensi untuk terjangkit kanker paru-paru sangat kecil.
Di Amerika Serikat, merokok menjadi penyebab kematian akibat kanker paru-paru dengan persentase mencapai 90 persen.
Di antara para perokok, tim peneliti menemukan temuan yang dianggap unik. Sel-sel yang melapisi paru-paru perokok tampaknya lebih kecil berpeluang untuk mengalami mutasi.
Hal tersebut disebut dapat melindungi individu tersebut dari kanker yang timbul, bahkan ketika rokok dihisap secara teratur. Temuan menunjukkan gen perbaikan DNA (asam deoxyribonucleic yang menyimpan informasi genetik) bergerak lebih aktif pada beberapa individu tertentu.
Studi ini dilakukan tim peneliti menggunakan profil genetik, yang didapat dari faktor keturunan atau dalam kondisi lain lewat rekayasa, yang diambil dari bronkus 14 orang perokok, yang tidak pernah merokok, serta 19 perokok ringan, sedang dan berat.
Kemudian sel-sel permukaan yang dikumpulkan dari paru-paru para relawan diurutkan secara individual untuk mengukur mutasi dalam genom mereka.
"Sel paru-paru ini bertahan selama bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun, dan dengan demikian dapat mengakumulasi mutasi dengan usia dan merokok," kata Simon Spivack, ahli epidemiologi dan paru dari Albert Einstein College of Medicine, seperti dikutip Science Daily.
"Dari semua jenis sel paru-paru, ini adalah yang paling mungkin menjadi kanker," imbuhnya.
Tim peneliti mangatakan temuan ini jelas menunjukkan mutasi pada paru-paru manusia meningkat seiring bertambahnya usia, dan di antara perokok, kerusakan DNA yang terjadi lebih signifikan.
Meskipun merokok tembakau telah lama dikaitkan dengan pemicu kerusakan DNA di paru-paru, penelitian baru itu mengungkapkan tidak semua perokok bernasib sama.
Total mutasi yang terdeteksi dalam sel paru-paru meningkat sejalan dengan masa merokok, dan mungkin peningkatan pada risiko kanker paru-paru.
Meski demikian, menurut penelitian peningkatan mutasi sel terhenti setelah 23 tahun merokok dengan intensitas satu hari satu bungkus.
"Perokok terberat tidak memiliki beban mutasi tertinggi," kata Spivack, dikutip Science Alert.
Berdasarkan data yang dimiliki, ia menduga para perokok bertahan begitu lama meskipun mereka perokok berat karena mereka berhasil menekan akumulasi mutasi lebih lanjut.
"Penurunan mutasi dapat berasal dari orang-orang ini yang memiliki sistem yang sangat mahir untuk memperbaiki kerusakan DNA atau mendetoksifikasi asap rokok," katanya.
Jadi, jika Anda perokok berat dan risau tentang kanker paru-paru, harapan baru bisa didapat dari faktor keturunan. Namun, ini sulit dilacak. Hal itu pun membuatnya tak sebanding dengan risiko besar merokok yang sudah terbukti nyata.
(can/arh)