Jika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memblokir Google karena tak ikut pendaftaran Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE), 'kiamat internet' diprediksi bakal menerpa individu hingga institusi besar yang bergantung kepadanya.
Kondisi ini berkenaan dengan Google yang tak juga mendaftar di Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat hingga tenggat, Rabu (20/7).
Pakar Ilmu Komputer Universitas Padjadjaran (Unpad) Setiawan Hadi mengingatkan layanan Google merupakan ekosistem digital yang terhubung dengan layanan lain yang digunakan oleh banyak sekali warga.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menyarankan Pemerintah membangun ekosistem internet lebih dahulu sebelum memblokir Google seperti China.
"Kalau sudah mampu, baru kita berani. Tapi bukan karena kita didikte, tapi kompromi lah supaya enggak menimbulkan hal yang lagi tenang-tenang gini tahu-tahu ada [kebijakan] seperti ini," ujar Setiawan.
"Di China sendiri sebelum mengeluarkan regulasi sudah menciptakan sendiri ekosistemnya. Walaupun tidak sama seperti Google, untuk lingkup yang cukup luas mereka bisa membuat," lanjut dia.
Kominfo sendiri mengaku tidak akan langsung memblokir perusahaan yang tak daftar PSE. Tahap pertama sanksi adalah teguran, lalu denda hingga terakhir pemblokiran.
Jika langkah terakhir diambil, dan tak ada opsi alternatif dari Pemerintah, warga RI mesti bersiap terhadap kiamat dunia maya. Apa saja rincian dampaknya?
Setiawan menggarisbawahi soal mesin pencari Google yang banyak diandalkan oleh warga RI.
"Google itu kan services-nya banyak, salah satunya search engine, memang ada pilihan lain, tapi kalau diblokir ya hilang Google Search," ujar Setiawan kepada CNNIndonesia.com lewat sambungan telepon, Kamis (21/7).
Sebagai informasi, Google Search adalah salah satu layanan mesin pencari yang banyak digunakan oleh sejumlah warganet, baik untuk mencari berita serius hingga pertanyaan 'receh' seperti 'kenapa manusia menguap'.
Keistimewaan mesin ini adalah memberi opsi hasil pencarian yang relevan dan paling mendekati tujuan, cepat, serta bisa menjangkau banyak sekali web dengan algoritma yang terus diperbarui.
Sejauh ini, mesin pencari yang dijuluki 'Mbah Google' karena dianggap serba tahu itu masih memiliki lebih banyak pengguna ketimbang Yahoo, Yandex, hingga Microsoft Bing.
Setiawan mengatakan di lingkungan akademik banyak yang sudah menggunakan Google Collaboratech, layanan Google yang isinya komputasi awan untuk machine learning dan Artificial Intelligance (AI).
Jika pemerintah menutup layanan Google di Indonesia, ia khawatir akademisi yang bergantung pada platform itu harus repot migrasi ke layanan lain, Microsoft misalnya.
"Kalau orang pindahan rumah harus bikin KTP baru, alamat baru, jadi bisa bisa bikin ribet, tapi kalau policy pemerintah, ya ya sudah," dia menganalogikan efek pemblokiran itu.
Terlebih, kata Setiawan saat ini banyak para mahasiswa yang sudah kadung menggunakan Google Mail untuk akses tugas kuliah, seperti salah satunya skripsi.
"Misalkan kita sudah pakai, mahasiswa sudah pakai untuk skripsinya, ya harus mulai lagi dari awal," tutur dia.
Salah satu layanan Google adalah penyediaan domain, baik itu untuk situs web maupun email. Domain email profesional, misalnya, bisa tetap memakai merek bawaan perusahaan atau domain asal dengan memakai back engine dari Google.
Setiawan menyebut banyak universitas yang memakai layanan ini menggunakan Google Mail sebagai back engine.
"Jadi kita enggak punya server sendiri, server-nya pakai Google. Tapi nama email-nya pakai nama universitas. Konsekuensinya kalau blokiran itu menyangkut ke email juga ya itu baru menjadi masalah besar," urai dia.
Platform-platform besar, seperti YouTube, maupun situs-situs lainnya membuka opsi login dengan memakai email pribadi. Sementara, banyak warga RI memakai surel Google.
Jika Google diblokir, otomatis akses masuk ke platform-platform favorit mesti memakai jalur lain yang bisa berarti memulai dari awal.
"Kita pakai Gmail. Gmail itukan tidak cuman yang free, tapi beberapa institusi menggunakan Gmail sebagai back engine-nya," kata Setiawan, "[Pemblokiran Google] ini bisa merembet ke semua, untuk akses YouTube kita login pakai Gmail Google".
(can/arh)