Citayam Fashion Week jadi fenomena baru bagi masyarakat di Ibukota ketika anak muda berkumpul dan melakukan catwalk di Zebra cross.
Untuk diketahui, aktivitas ini dianggap melanggar aturan lalu lintas di Tanah Air. Fenomena ini bisa dibilang mirip dengan sejumlah 'kasus tutup jalan' untuk kepentingan pernikahan, atau hal lainnya yang ujungnya justru mengganggu para pengguna jalan saat hendak melintas.
Untuk diketahui, fenomena Citayam Fashion Week telah menjadi magnet buat masyarakat Jakarta dan daerah penyangga lain untuk datang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berbondong-bondong masyarakat tiba di ke lokasi itu untuk melihat kegiatan yang biasa dilakukan di Jalan Sudirman, Jakarta, tersebut.
Kegiatan itu diketahui biasa menggunakan fasilitas umum mulai zebra cross, sampai dengan trotoar. Bahkan akses jalan kendaraan menciut karena kerap digunakan pada kegiatan Citayam Fashion Week sehingga kemacetan kerap terjadi.
Tidak hanya itu parkir kendaraan dari para pengunjung yang memakan sebagian jalan juga menjadi sebab Citayam Fashion Week berpotensi melanggar.
Perlu Anda ketahui, menggunakan jalan tidak pada fungsi sebetulnya boleh, namun ada ketentuannya dan memiliki izin. Tanpa izin itu bisa dibilang sebuah pelanggaran yang mungkin masuk ke dalam ranah pidana.
Ada dua aturan yang melandasi hal tersebut, pertama Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Pengaturan Lalu Lintas Dalam Keadaan Tertentu dan Penggunaan Jalan Selain untuk Kegiatan Lalu Lintas.
Berikut detail aturannya:
Menggunakan jalan di luar kegiatan lalu lintas sebetulnya bisa saja dilakukan. Tapi ada syaratnya. Pertama, seperti yang tertuang dalam Pasal 13, 15, 16, dan 17 Perkapolri Nomor 10 Tahun 2017,.
Pasal 13
Penggunaan jalan selain untuk kegiatan lalu lintas dapat dilakukan pada:
a. Jalan nasional;
b. Jalan provinsi;
c. Jalan kabupaten;
d. Jalan kota; dan
e. Jalan desa.
Pasal 15
(1) Penggunaan Jalan nasional dan Jalan provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a dan b, dapat diizinkan untuk kepentingan umum yang bersifat nasional.
(2) Penggunaan jalan kabupaten, jalan kota dan jalan desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf c, huruf d, dan huruf e dapat diizinkan untuk
kepentingan umum yang bersifat nasional, daerah, dan/atau kepentingan pribadi.
(3) Penggunaan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) yang mengakibatkan penutupan Jalan dapat diizinkan, jika ada Jalan alternatif.
(4) Pengalihan arus lalu lintas ke jalan alternatif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dinyatakan dengan rambu lalu lintas sementara.
Pasal 16
(1) Penggunaan Jalan untuk kepentingan umum yang bersifat nasional dan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) dilakukan untuk penyelenggaraan:
a. kegiatan keagamaan, meliputi acara hari raya keagamaan atau ritual keagamaan:
b. kegiatan kenegaraan, meliputi kunjungan kenegaraan dan acara jamuan kenegaraan;
c. kegiatan olahraga, meliputi perlombaan, pertandingan, dan pesta olahraga lokal, nasional, regional, dan internasional; dan
d. kegiatan seni dan budaya, meliputi festival, pertunjukan, pentas dan pagelaran.
(2) Penggunaan Jalan yang bersifat pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) antara lain untuk pesta perkawinan, kematian, atau kegiatanlainnya.
Pasal 17
(1) Izin penggunaan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) diberikan oleh Polri.
(2) Tata cara memperoleh izin penggunaan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh penyelenggara kegiatan dengan mengajukan permohonan secara tertulis kepada:
a. Kapolda setempat yang dalam pelaksanaannya dapat didelegasikan kepada Direktur Lalu Lintas, untuk kegiatan yang menggunakan Jalan
nasional dan provinsi;
b. Kapolres/Kapolresta setempat, untuk kegiatan yang menggunakan Jalan kabupaten/kota;
c. Kapolsek/Kapolsekta untuk kegiatan yang menggunakan Jalan desa.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum waktu pelaksanaan dengan melampirkan
persyaratan sebagai berikut:
a. foto kopi KTP penyelenggara atau penanggungjawab kegiatan;
b. waktu penyelenggaraan;
c. jenis kegiatan;
d. perkiraan jumlah peserta;
e. peta lokasi kegiatan serta Jalan alternatif yang akan digunakan; dan
f. surat rekomendasi dari:
1. satuan kerja perangkat daerah provinsi yang membidangi urusan pemerintahan perhubungan darat untuk penggunaan Jalan nasional dan provinsi;
2. satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota yang membidangi
urusan pemerintahan perhubungan darat untuk penggunaan Jalan
kabupaten/kota; atau
3. kepala desa/lurah untuk penggunaan Jalan desa atau lingkungan.
(4) Dalam hal penggunaan Jalan untuk prosesi kematian, permohonan izin dapat diajukan secara tertulis maupun lisan kepada pejabat Polri sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), tanpa memperhitungkan batas waktu pengajuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Hal ini juga diperkuat dengan ketentuan pada UU 22 Tahun 2009 Pasal 127-129.
Pasal 127
(1) Penggunaan jalan untuk penyelenggaraan kegiatan di luar fungsinya dapat dilakukan pada jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten/kota, dan jalan desa.
(2) Penggunaan jalan nasional dan jalan provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diizinkan untuk kepentingan umum yang bersifat nasional.
(3) Penggunaan jalan kabupaten/kota dan jalan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diizinkan untuk kepentingan umum yang bersifat nasional, daerah, dan/atau kepentingan pribadi.
Pasal 128
(1) Penggunaan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 ayat (1) yang mengakibatkan penutupan Jalan dapat diizinkan jika ada jalan alternatif.
(2) Pengalihan arus Lalu Lintas ke jalan alternatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas sementara.
(3) Izin penggunaan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 ayat (2) dan ayat (3) diberikan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 129
(1) Pengguna Jalan di luar fungsi Jalan bertanggung jawab atas semua akibat yang ditimbulkan.
(2) Pejabat yang memberikan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (3) bertanggung jawab menempatkan petugas pada ruas Jalan untuk menjaga Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Sedangkan jika melakukan hal tersebut, namun tidak dengan izin, akan masuk kategori pidana seperti tertuang dalam Pasal 28 dan 274. Ancaman hukumannya yaitu penjara paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp24 juta.
Pasal 28
(1) Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi Jalan.
(2) Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1).
Pasal 274
(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
(2) Ketentuan ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2).
(ryh/mik)