Aturan Luar Angkasa Buat Starlink Elon Musk Leluasa Kirim Satelit

CNN Indonesia
Selasa, 26 Jul 2022 13:45 WIB
Starlink milik Elon Musk baru-baru ini mengirim 53 satelit lagi ke luar angkasa. Pengiriman itu ternyata masih diizinkan oleh aturan yang berlaku.
Elon Musk baru-baru ini mengirim 53 satelit baru ke luar angkasa. Pengiriman itu ternyata tak bertentangna dengan aturan yang berlaku. Foto: Tangkapan layar instagram @starlink_satellites
Jakarta, CNN Indonesia --

Perusahaan antariksa SpaceX milik Elon Musk baru-baru ini mengirimkan 53 satelit Starlink ke luar angkasa. Namun bagaimana sebenarnya aturan eksplorasi dan penggunaan ruang di luar angkasa?

Berdasarkan hukum internasional, luar angkasa memiliki kebebasan untuk dieksplorasi dan digunakan oleh semua pihak.

Sebagai informasi, wilayah angkasa terbagi dua, yakni angkasa udara dan angkasa luar atau antariksa. Menurut Federation Aeronautique Internationale (FAI), batas pemisah kedua wilayah ini berada di ketinggian 100 kilometer di atas permukaan laut, seperti dikutip National Geographic.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Batas tersebut dikenal dengan nama garis khayal Kármán yang diambil dari nama insinyur dan fisikawan Hongaria-Amerika Theodore von Kármán.

Meski belum ada konsensus tentang perbatasan antara wilayah udara dan luar angkasa, sebagian besar pihak mengatakan batasnya berada di antara 80 dan 110 kilometer di atas permukaan laut, dan 100 kilometer biasanya dijadikan patokan kasar untuk puncak tertinggi pesawat terbang serta titik penerbangan terendah benda antariksa.

Dengan demikian, eksplorasi luar angkasa dapat dilakukan semua pihak asalkan objeknya beroperasi di atas ketinggian tertentu sehingga tidak berada di kawasan udara suatu negara.

Meski begitu, aktivitas luar angkasa bukan berarti dilakukan tanpa pengawasan karena alasan bebas dieksplorasi. Aktivitas lembaga antariksa pemerintah diawasi oleh pemerintah itu sendiri, sementara aktivitas lembaga antariksa swasta akan mendapat pengawasan dari negara di mana perusahaan itu berpusat.

Dilansir The Lead South Australia, negara tetap bertanggung jawab atas aktivitas yang dilakukan oleh entitas komersial, misalnya perusahaan seperti SpaceX, dan wajib melakukan pengawasan berkelanjutan atas aktivitas tersebut.

Selain itu, perjanjian internasional Liability Convention menetapkan tanggung jawab negara mencakup semua peluncuran yang dilakukan dari wilayah negara tersebut. Misalnya, Amerika Serikat (AS) secara hukum bertanggung jawab atas semua peluncuran yang dilakukan dari negara tersebut serta peluncuran di tempat lain yang diadakannya.

Artinya, negara memiliki beban untuk memenuhi persyaratan internasional bagi aktivitas peluncuran yang diadakan di negaranya maupun aktivitas yang negaranya lakukan di tempat lain.

Di AS, pengawasan untuk satelit komunikasi dilakukan oleh Federal Communications Commission (FCC). Lembaga ini berhak menerbitkan dan mencabut izin peluncuran bagi perusahaan swasta.

Mengancam China?

Di sisi lain, keberadaan satelit Starlink milik Space X disebut sempat mengancam China. Dalam sebuah publikasi di jurnal Teknologi Pertahanan Modern China April lalu, para peneliti telah meneliti potensi bahaya dari Starlink. Sejak satelit itu pertama diluncurkan pada 2019, SpaceX menempatkan lebih dari 2.300 unit Starlink ke orbit rendah Bumi.

Melansir Live Science, para peneliti China sangat prihatin dengan potensi kemampuan militer Starlink. Mereka menilai sistem ini dapat digunakan untuk melacak rudal hipersonik dan meningkatkan kecepatan transmisi data drone AS dan jet tempur siluman.

China telah beberapa kali hampir mengalami kecelakaan terkait satelit Starlink. Pada tahun lalu merka mengeluh ke PBB karena terpaksa melakukan manuver darurat setelah menghindari benturan dengan satelit Starlink pada Juli dan Oktober 2021.

"Kombinasi metode soft dan hard kill harus diadopsi untuk membuat beberapa satelit Starlink kehilangan fungsinya dan menghancurkan sistem operasi konstelasi," kata pemimpin penelitian, Ren Yuanzhen.

(lom/lth)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER