Ibukota Korea Selatan, Seoul, diterjang banjir bandang setelah hujan terderas dalam lebih dari satu abad terakhir turun pada Senin (8/8) malam hingga Selasa (9/8). Bagaimana bisa?
Korea Herald, menyebut hujan itu menjadi yang "paling deras dalam 115 tahun" terakhir. Hujan ini diprediksi akan terjadi hingga Jumat (12/8) waktu setempat. Demikian dikatakan Badan Meteorologi Korea Selatan (KMA) pada Selasa (9/8).
Banjir bandang yang menerjang Seoul pun memakan korban jiwa. Di daerah Gwanak-gu, selatan Soul, tiga orang meninggal dunia. Dua di antaranya berusia 40 tahun, sementara satu sisanya masih berusia 13 tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keduanya meninggal dunia setelah terjebak di apartemen semi-basemen. Selain itu, seorang karyawan pada sebuah distrik juga meninggal dunia saat sedang membersihkan sebuah cabang pohon yang jatuh akibat serangan petir.
Masih dari Selatan Seoul tepatnya di Dongjak-gu, satu orang lainnya meninggal dunia usai rumahnya kebanjiran. Di saat yang sama, korban jiwa juga terdapat di Gwangju dan Hwaseong, dua daerah yang terletak di Provinsi Hwaseong.
Di sisi lain, ada 391 orang yang terpaksa dipindahkan karena banjir per pukul 13.00 waktu setempat. Orang-orang yang berasal dari Seoul, Incheon, dan Gyeonggi itu ditempatkan di pengungsian di dekat sekolah atau pusat komunitas.
Selain itu, sebanyak 741 rumah plus pusat perbelanjaan ikut dilahap banjir. Tiga tembok penahan yang terletak di Seoul, Incheon, Gangwon dan Gyeonggi pun ikut rubuh.
Sementara itu, Presiden Yoon Suk-yeol telah menginstruksikan kantor-kantor publik atau privat agar karyawannya menyesuaikan waktu kerja. Ia juga telah mengunjungi ruangan keamanan bencana di Seoul Government Complex untuk memimpin rapat darurat dan mengecek kerusakan yang disebabkan hujan deras.
Dia juga menunjukkan perlunya meninjau sistem manajemen bencana negara itu, karena cuaca ekstrem diperkirakan akan semakin normal karena krisis iklim.
KMA pun memperkirakan hujan lebat di bagian tengah negara itu akan berlanjut setidaknya hingga Rabu (10/8).
"Peningkatan curah hujan yang tajam dan seringnya hujan deras tidak dapat dijelaskan tanpa tren besar perubahan iklim," ujar seorang pejabat KMA, yang berbicara secara anonoim kepada Reuters.
"Fenomena ini terlihat lebih sering terjadi karena perubahan iklim yang mengakibatkan musim panas berkepanjangan," imbuhnya.
Di sisi lain, mengutip CNN, banyak negara di Asia Timur yang sekarang mengalami hujan deras yang lebih intens. Di saat yang sama, menurut Intergovermental Panel on Climate Change memperkirakan musim panas diprediksi berlangsung lebih ganas dan tidak terprediksi lantaran Bumi yang semakin menghangat.
Selain di Korsel, beberapa wilayah di Jepang juga dilanda hujan deras pada Seni, dengan beberapa bagian di Hokkaido mengalami banjir. Otoritas setempat pun telah melaporkan risiko banjir dan longsor.
Sebelumnya, Persatuan Bangsa-Bangsa lewat Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC) sudah mengeluarkan sederet laporan tentang dampak perubahan iklim.
Di Eropa misalnya, ada empat risiko kunci yang telah terdefinisi. Salah satunya adalah level pemanasan global yang ada di angka 2 derajat celsius, dibandingkan batas yang telah ditetapkan di Paris Agreement yakni 1,5 derajat.
Risiko bisa meningkat andai level itu naik ke 3 derajat celsius. Dalam laporannya, angka kematian dan stres akibat gelombang panas bakal meningkat dua hingga tiga kali jika pemanasan global naik ke angka 3 derajat.
Sementara di Asia, IPCC menyebut sejumlah negara Asia bakal mengalami kekeringan parah sekitar 5 sampai 20 persen. Tak hanya itu keberagaman hayati dan habitat sejumlah binatang juga akan hilang akibat dari perubahan iklim.
(lth/lth)