ANALISIS

Mungkinkah Bjorka Jadi Cambridge Analytica Versi Indonesia 2024?

CNN Indonesia
Senin, 19 Sep 2022 08:15 WIB
Skandal data Cambridge Analytica dengan memanfaatkan Facebook sukses memenangkan capres tertentu di Pilpres AS 2016. Bisakah itu terjadi di RI akibat Bjorka?
Ilustrasi. Data pribadi yang tersebar di dunia maya akibat pembocoran massal potensial memicu manipulasi pemilu. (Foto: Istockphoto/ Gangis_Khan)
Jakarta, CNN Indonesia --

Kebocoran dan penyebaran data pribadi secara massal, salah satunya oleh pengguna BreachForums Bjorka, dinilai berpotensi mengulangi skandal data Cambridge Analytica. Bisa disalahgunakan untuk tujuan politik 2024?

Bjorka diketahui beberapa kali membocorkan data publik dari korporasi maupun lembaga negara. Di antaranya adalah 105 juta data kependudukan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan 1,3 miliar data registrasi SIM card.

Jenis data yang dibocorkannya mulai dari nomor telepon, Nomor Induk Kependudukan (NIK), nomor Kartu Keluarga (KK), riwayat pencarian peramban (browser), email, user pelanggan hingga password-nya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pertanyaan pun muncul, bisakah data-data itu dimanfaatkan untuk tujuan politik?

"Hah seriusan 1,3 M? Perasaan sensus aja cuman 270 juta. Gmna nanti hasil pemilu ya? Ada potensi kecurangan gak? Data aja bocor," kicau akun @farrasaledrus, dikutip Rabu (14/9).

Untuk mengujinya, skandal data Cambridge Analytica (CA) bisa jadi pembanding. Konsultan politik berbasis di Inggris itu pada 2014 menggunakan data yang diperoleh Facebook untuk keperluan kampanye politik Donald Trump saat Pemilu di Amerika Serikat (AS).

Dikutip The Guardian, 87 juta data pengguna diambil dari Facebook dan dimanfaatkan untuk iklan kampanye yang dapat membantu menyuarakan pemilu AS pada 2014.

Whistleblower kasus yang juga merupakan mantan karyawan Facebook, Christopher Wylie, menjelaskan Cambridge Analytica (CA) memulai misinya dengan menggunakan fitur like (suka) Facebook untuk memprediksi profil psikologis seseorang.

Selain itu, perusahaan tersebut menggelar survei untuk meminta beberapa ratus ribu orang untuk melakukan kuis kepribadian dengan 120 pertanyaan.

"Yang paling penting, [data-data] itu harus berisi 'kumpulan fitur' Anda: Data dasar yang ingin Anda prediksi," kata Wylie.

"Dalam hal ini, ini adalah data Facebook, bisa berupa, misalnya, teks, seperti bahasa alami, atau bisa juga data clickstream - catatan lengkap aktivitas penjelajahan Anda di web," jelasnya.

Dengan memanfaatkan kumpulan data-data pribadi itu, lanjutnya, CA bisa membuat iklan yang tidak dapat dilakukan oleh kelompok lain.

Iklan-iklan tersebut dirancang sesuai kondisi emosional pengguna, yang diambil dari algoritma kesukaan dari data Facebook. Apakah pengguna itu introvert, intelektual, masing-masing dirancang untuk menekan emosi pengguna.

Pemberitahuan dan statistik Facebook Cambridge AnalyticaPemberitahuan dan statistik Facebook Cambridge Analytica. (Foto: screenshot)

Secara singkat, praktik CA dalam pemenangan pemilu tak ubahnya sebagai bujukan yang dapat disesuaikan dalam bahasa yang berbeda untuk kepribadian yang berbeda. Dengan begitu, pesan kampanye menciptakan kesan seorang kandidat yang terhubung dengan pemilih pada tingkat emosional.

Meskipun akal bulus CA merjalan mulus, Facebook akhirnya digugat buntut dari praktik tersebut.

Facebook dianggap melanggar privasi pengguna dengan membagikan data mereka ke pihak ketiga, yakni Cambridge Analytica.

Doxing masif di halaman berikutnya...

'Profilling' hingga 'Doxing'

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER