Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) memberi solusi membuat pembalut organik. Hal itu merespons limbah pembalut mencapai 26 ton per hari di Indonesia.
Mahasiswa Program Studi Fisika ITB, Difa Ayatullah berhasil menjadi pemenang dalam kompetisi Falling Walls Lab Indonesia 2022 yang merupakan kompetisi dalam mengatasi suatu permasalahan lingkungan.
Difa membuat konsep ide pembalut biodegradable ramah lingkungan dengan menerapkan dua prinsip dari segi prototyping.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertama, material absorbent layer yang berupa kapas pada pembalut konvensional diganti menjadi material plant-based sehingga memunculkan sifat organik.
Kedua, lapisan plastik di bawah pembalut dimodifikasi menjadi material bioplastic sehingga tidak akan mencemari lingkungan.
Meski demikian, hasil temuannya diklaim tidak ada perbedaan yang signifikan antara pembalut biodegradable dengan pembalut konvensional dari segi bentuk maupun kegunaannya.
Dikutip situs resmi ITB, data yang ditemukannya menunjukkan bahwa 95 persen wanita Indonesia memilih menggunakan pembalut selama periode menstruasi.
"Konsep idenya muncul karena keresahan pribadi, bahwa ternyata kita menghasilkan sampah pembalut sebanyak itu. Apalagi waktu menemukan infografis yang menyatakan bahwa satu pembalut setara dengan empat kantong plastik," kata Difa dikutip siaran resmi ITB, Selasa (11/10).
"Apalagi untuk terurai (sampah pembalut) butuh waktu ratusan tahun, dan selama itu pula akan terus menumpuk," sambungnya.
Difa mengatakan, saat mencari bahan penyerap di bagian absorbent layer mereka menemukan solusi yaitu material dari tanaman yang memberikan nilai tambah organik serta lebih aman bagi kesehatan.
Sebagai pemenang dalam Falling Walls Lab Indonesia, Difa bakal mewakili Indonesia dalam gelaran Global Final Falling Walls Lab yang diadakan di Jerman pada 7-9 November. Di sana ia akan melakukan pitching ulang di hadapan para panelis dan juri profesional dari berbagai bidang untuk bersaing dengan perwakilan-perwakilan dari negara lain.
Dikutip situs resmi Harvard, limbah pembalut wanita membutuhkan waktu berabad-abad untuk terurai. Rata-rata wanita menggunakan lebih dari 11.000 pembalut selama hidupnya, dan meninggalkan residu jauh melampaui umurnya.
Perusahaan besar seperti Johnson & Johnson dan Procter & Gamble berpendapat bahwa akan ada gesekan luar biasa yang terlibat dalam mengubah perilaku konsumen dari produk sekali pakai ke produk yang dapat digunakan kembali.
Pada akhirnya karena didorong oleh motif keuntungan, tampaknya tidak mungkin perusahaan-perusahaan itu akan beralih ke lini produk yang dapat digunakan kembali.
Gelas menstruasi, pembalut yang dapat digunakan kembali, dan spons sudah tersedia tetapi sejauh ini belum mendapatkan banyak daya tarik.
(lom/lth)